Page 19 - majalah_edukasi_3
P. 19

“tidak, aku inginj minum air putih saja, karena air dingin dapat membuat pusing apalagi panas
          terik seperti ini”
            “ Wan, kamu gak ikutan main”
            “ayolah sesekali kamu ke lapangan, biar merasakan nikmatknya merebut bola putih itu”
            Iwan tak bergeming, hanya senyum simpul dengan memainkan permen-permen warna-warni
          dalam toplesnya.
            Kulihat  lelaki  iu  masih  duduk  bersamanya,  sambal  menatapku  dan  memberikan  senyum
          hangatnya.
            “ permainanmu bagus,de”.
            “ rajinlah latihan nanti kamu akan jadi pemain handal yang diperhitungkan”. Lelaki itu sambal
          beranjak  dan  menepuk  pundakku.  Dengan  senyum  kubalas  dan  mengatakan  terimakasih  atas
          pujiannya.
            “ priit..priit”
            Pertanda  permainan  sudah  akan  dimulai.  Kali  ini  kami  belum  ada  yang  menang,  gol  belum
          tercetak kedua kubu sama-sama kuat.
            “ bismillahirohmanirohim”
            “wo giliranmu menendang”
            Kutendang bola dengan sekuat tenaga dan ternyata golllll…..teriak kawan -kawan disisi lapangan.
          Sontak aku di angkat teman-temanku dan dengan gembira mereka membarikan semangat. Entah
          angina apa yang bisa membawa bola itu melesat begitu jauhnya. Mungkin kekuatan nama Allah lah
          yang memberikan kemenangan.
            Tim kami berhasil mencetak gol skor sementara 1:0. Pertandingan dilanjutkan sampai akhirnya
          Kamilah pemenangnya.
            Tiga hari dari pertemuanku dengan laki-laki itu, aku terkejut ibu Iwan ke rumahku dan menanyakan
          apakah aku melihat Iwan membeli permen.
            “Arek iku nangis njaluk permen,” kata Ibu Iwan panik
            “Saiki awake lemes, gigil, pucat,” sambungnya.
            “Bu, wis ndang bawa ke dokter ae,” saran ibuku padanya.
            Iwan tampak lemas dan pucat, hanya tatapan kosong yang ia berikan pada kami. Aku mearasa
          sedih kenapa dan apa yang terjadi padanya. Cerita ibu Iwan membuatku berbicara jika ia makan
          permen dari laki-laki yang duduk di saung saat menonton bola. Ternyata permen itu adalah narkoba
          yang terselubung. Iwan ditangani dokter. Seluruh keluarganya cemas dengan kondisi Iwan.
            “Wo, kemarin Iwan di lapangan?”kakaknya menyelidik
            “Iya kak”
            “Iwan hanya duduk bersama orang yang tak kukenal”
            “Menonton kompetisi dan ada di samping Iwan”
            “Siapa ya orang itu ?”
            “Aku tak paham, tapi yang kutahu orang itu memberikan toples permen warna-warninya untuk
          Iwan”
            “Aku juga di minta makan, hanya karena aku bermain di lapnagan maka aku tak mengambilnya”.
            Hati-hatilah, jaga sikap dan tetap waspada dengan orang yang tak kau kenali.


            PROFIL PENULIS
            YULI ASTUTI, M.Pd, Guru SD al muslim, Anggota KGPBR,  Lahir di Bantul. Menulis Opini di Radar
          Bekasi melalui Grup KGPRB Antologi puisi Nyanyian Alam raya, Antologi Pendidikan 3, Memoar Ibu,
          antologi radar 1,2,3,4,7,8,9,10 , antologi cerpen Radar dan  Menulis Cerpen : The Power Off Niat,
          Belajar Ikhlas Dari Natha, Koki Pintar, Ryder Kesepian, penulis buku Aku Thaller Aku Berjuang. Aktif
          dalam kegiatan peduli lingkungan. email:  astuty9@gmail.com.










                                                             19
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24