Page 17 - majalah_edukasi_3
P. 17
Inspirasi dalam kemandirian
Dalam kehidupan berumah tangga, hampir aku tak pernah melihat ibu meminjam uang kepada
orang lain. Ia akan mengatur keuangan dalam rumah tangga sebaik-baiknya agar dapat mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, ibu selalu memasak makanan sendiri karena akan
meringankan biaya pengeluaran dengan jumlah anggota keluarga yang lumayan banyak, tujuh
orang. Ibuku sangat pandai memasak, hingga semua anggota keluarga lebih senang makan
masakan ibu dibanding masakan di luar rumah, selain karena harganya yang lebih mahal. Ibu pun
seorang pebisnis handal namun dermawan. Beliau menjalankan bisnis baju seragam majelis ta’lim.
Tidak jarang beliau memberikan keringanan harga kepada masyarakat yang kurang mampu,
bahkan memberinya cuma-cuma.
Ibu motivatorku. Ibu, sekalipun beliau tidak mengenyam pendidikan tinggi, namun semangat
beliau menyekolahkan buah hatinya tak pernah luntur. Alhamdulillah kelima anaknya dapat
mengenyam pendidikan tinggi, yaitu dua orang mencapai S3, satu orang S1 dan dua orang D3. Ibu
memberikan dukungan kepada anak-anaknya dengan sepenuh hati, termasuk terhadap aku. Saat
kuliah S1, aku mengambil kuliah pada dua universitas di Jakarta yaitu UIN Jakarta (dulu bernama
IAIN) dan UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta). Keputusanku untuk mengambil kuliah di dua
kampus tak lepas dari dorongan ibu yang dengan semangat selalu membesarkan hatiku. Motivasi
ibu terus menggelora sampai pada saat aku mengambil sikap dalam bekerja. Aku yang lulusan
Fakultas Hukum (gelarku Dra. dan S.H.), namun bekerja dalam dunia pendidikan. Pada saat itu, ibu
yang mendukungku untuk kuat dan menerima pekerjaan sebagai seorang guru walau dengan
honor yang tak seberapa.
Ibu cahaya hidupku. Ibu adalah sosok wanita hebat yang luar biasa. Kekuatan jiwanya bagaikan
cahaya dalam kegelapan dunia. Kasih sayangnya bagaikan mentari yang selalu menyinari dunia
tanpa lelah dan letih. Cahaya matanya indah laksana pelangi yang menghiasi langit. Hangat
pelukannya mampu meredam bara api di dada. Kata bijaknya mampu meredakan emosi di jiwa.
Lembut sentuhannya mampu menyejukkan hati. Demikian pentingnya ibu bagiku laksana matahari
menyinari bumi, hingga ketika ibu tak lagi di sisi, mampu membuat hati ini hancur, jiwa merana,
pikiran hampa, tubuh pun lemah tanpa daya. Tidak ada duka yang paling lara dan tidak ada gundah
yang paling gulana ketika seorang ibu dipanggil oleh Sang Maha Pencipta. Ibu, kaulah segalanya.
Semoga ibu tenang di surga-Nya, amin.
Penulis : Siti Ropiah - Cerpen ini diambil dari buku Antologi Esai yang berjudul Aksara Hati
Untuk Ibunda - Penerbit Beta Aksara 2019
17