Page 20 - majalah_edukasi_2
P. 20

Hari-hari selanjutnya kusempatkan                  Pertemuanku dengan Bintang yang tak pernah
       untuk melewati jalan tempat Bintang biasa             terpikir dan kisah hidupnya yang menyentuhku
       menjajakan koran-korannya. Meski tak setiap           membuat aku terasa dekat dengan Bintang.
       hari, setidaknya aku bisa melihat kembali gadis          Suatu hari setelah sebulan perkenalanku

       kecil itu dan menyapanya. Tak lupa kuselipkan         dengan Bintang, senja yang kala itu hujan
       beberapa uang yang jumlah tak seberapa, sekedar       deras membasahi Jakarta, aku kembali ke halte
       memberinya makanan, sebatang coklat, atau es          tempatku biasa mengobrol dengannya. Bintang
       krim. Pertemuanku dengan Bintang seolah               dengan semangat akan menghampiriku seperti
       menjadi kebiasaan. Hampir sepekan sekali aku          biasanya. Namun kini, hampir sejam dengan
       menemui Bintang. Rasa prihatinku terhadap             hujan yang tak usai aku menunggu gadis kecil
       Bintang yang mendorongku melakukan itu                itu.
       semua. Terlebih ketika kudengar nenek Bintang            Bintang, kemanakah ia?
       yang sudah sepuh itu jatuh sakit..                       Berhari-hari kemudian tak kudapati sosok

          Entah mengapa rasanya ada yang berdesir            gadis kecil itu. Bahkan ketika aku mengunjungi
       dalam dadaku, betapa beruntungnya hidupku             rumahnya juga tak kudapati siapapun disana.
       selama ini. Hidup berkecukupan, Papa Mama             Perasaanku sungguh tak enak, apa yang
       yang selalu ada untukku, dan kenyamanan               sebenarnya terjadi pada Bintang?
       hidup yang hingga saat ini masih kurasakan.              “Neng, lagi nyari Bintang ya?” seorang
       Sekali lagi aku menatap kedua bola mata               pedagang kaki lima yang biasa melihatku
       gadis itu, tersenyum lebih lebar untuk                mengunjungi Bintang di halte itu berjalan
       menguatkannya.                                        menghampiriku. Ia menggeleng, menghela
          “Kak Raina, Bintang nggak mau kehilangan           napas dan dari wajahnya terlihat raut sesal.
       Nenek. Bintang nggak punya orang tua dan                 “Bintang tertabrak mobil, Neng.”
       nggak mau nenek juga meninggalkan Bintang.”           Pedagang kaki lima itu berkata. Aku tertegun

          “Bintang, nenek kamu pasti akan sembuh.            mendengarnya.
       Insya Allah akan ada kesembuhan untuk                    “Beberapa hari lalu ketika hujan, Bintang
       nenekmu.” Aku mengangguk meyakinkan.                  yang ingin menyebrang pulang ke rumahnya
          Hari itu juga aku mengajak nenek Bintang           tertabrak oleh mobil. Si penabrak memang
       untuk berobat. “Bintang, apapun yang terjadi          membawa mobilnya ngebut sekali, apalagi saat
       kamu harus selalu menjadi gadis yang kuat.            itu hujan. Dan penabraknya pun sama sekali
       Kejarlah cita-citamu dan wujudkan semua               tidak bertanggung jawab. Langsung pergi
       mimpimu. Aku akan selalu ada untukmu,                 begitu saja.” Pedagang itu menjelaskan.
       Bintang. Anggaplah aku sebagai kakakmu,”                 “Jadi Bintang…” mataku mulai berkaca-

       ucapku pada Bintang.                                  kaca. Rupanya itulah alasan Bintang tak lagi
          Ah Bintang, bagaimana mungkin aku                  muncul dan di rumahnya tidak ada siapapun.
       mengabaikanmu setelah kutahu betapa berat                “Bintang sudah meninggal ketika
       beban hidup yang kau rasakan sekarang?                dilarikan ke rumah sakit,” lanjut pedagang
       Bintang, betapa kau telah banyak mengajariku          tersebut. “Beruntungnya ada seorang Ibu
       pelajaran bersyukur dan kehidupan yang                yang bermurah hati mengurus semuanya.
       kurasakan adalah berkat yang sangat indah             Siapa yang menyangka ternyata Bintang yang
       yang pernah kumiliki.                                 lebih dahulu berpulang.” Pedagang yang
          Takdir. Siapa pula yang bisa menebak               ternyata juga merupakan tetangga Bintang itu
       alur takdir Tuhan. Mungkin dengan kondisi             kemudian pamit dan kembali lagi ke tempatnya
       neneknya semua orang akan menyangka bahwa             berdagang.

       nenek Bintang yang mungkin akan tiada. Tapi              Saat itu juga semua tentang Bintang seolah
       takdir, sekali lagi sungguh tak terprediksi.          kembali berputar di ingatanku. Aku tak

   20
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25