Page 22 - majalah_edukasi_2
P. 22
lalu.
“Mbok, bangun, Mbok! “Jangan tinggalkan Surti, Mbok! Surti belum siap ditinggal, Mbok!”
“Surti, tangisanmu akan memberatkan, Si Mbok di kubur nanti. Ikhlaskan, biarkan Si Mbok
menemui RabbNya dengan tenang!” bujuk Yati, sahabat Surti.
Akhirnya tangisan Surti perlahan berhenti. Hanya linangan air mata dan isakkan kecil yang
menyayat hati. Yati segera membawa Surti ke kamar untuk menenangkan diri.
Di luar sana, terdengar suara bisik-bisik. “Mana uangnya?” “Kalau tidak ada uang, bagaimana
kami mau menyiapkan keperluan almarhumah?” tanya Pak Karta kepada Pak Sholeh.
Semua orang terdiam. Pak Sholeh, akhirnya berbicara. “Pak Karta, selaku ketua RT sudah
seharusnya Bapak menggerakkan warga untuk bekerja sama menyiapkan keperluan almarhumah”.
“Soal biaya bisa dibicarakan nanti, setelah uang takziyah terkumpul. Sekarang, yang terbaik kita
siapkan, semuanya”. Pak Karta pun angkat bicara.
“Maaf, Pak Sholeh, di kampung ini sudah terbentuk kebiasaan seperti ini”. Setiap ada warga
yang meninggal, maka pihak keluarga harus menyiapkan keperluan untuk jenazah. Mulai dari
memandikan, menyolatkan, dan mengaji malam pertama hingga malam ketiga. Semakin banyak
orang yang dilibatkan, semakin banyak uang yang harus disipkan.”
Pak Sholeh diam sejenak. Kemudian berkata, “Baiklah semua biaya saya yang tanggung, saya ke
ATM dulu.” Pak Sholeh mempercepat langkahnya, agar jenazah Mbok Surti cepat diurus.
Sekembalinya Pak Sholeh, semua warga di bawah komando Pak RT bersiap sedia. Ibu-ibu
menyiapkan kain kafan, air bunga, dan perlengkapan mandi. Sementara Bapak-bapak ambil
bagian, menggali kubur, memesan batu nisan dan mencari beberapa orang untuk sholat jenazah
dan mengaji. Pendek kata semua keperluan jenazah sudah disiapkan.
Kini tiba saatnya memandikan jenazah. Surti memandikan ibunya dengan perlahan. Jiwanya
sudah semakin tenang. Mengikhlaskan kepergian ibunya dengan doa ketulusan.
“Selamat jalan, Mbok. Semoga Allah menerima amal ibadah Mbok, Mengampuni dosa dan
menerima Mbok di Surga, Amiin” doa surti dalam hati kecilnya.
Tepat pukul 10.00 jenazah siap disholatkan. Ada sekitar 25 orang yang ikut menyolati jenazah.
Usai sholat, Udin membagikan amplop berisi 20 ribuan kepada para jamaah seraya mengucapkan
terima kasih.
Udin mendekati Pak Sholeh, seraya berbisik. “Pak, bagaimana untuk biaya mengaji malam
nanti”.
Pak Sholeh, mengajak Udin duduk.
“Udin untuk mengaji biar Bapak yang urus. Insya Allah Bapak akan undang majelis taklim
22