Page 17 - majalah_edukasi_2
P. 17
SENYUM DI WAJAH ARI
Oleh: Masraya Hutabarat, S.S.
Silakan, Cok, kalau kamu mau bekerja disini dengan gaji 700 ribu”, Ucap kepala sekolah yang
menyebutnya dengan sapaan Ucok. Seketika rona wajah Ari memerah, senyum simpul turut
“menghiasi raut wajahnya yang kusut masai seharian. Genap 2 minggu sudah Ari menjadi
seorang pengangguran dan hidup luntang lantung tidak punya tempat tinggal karena Ari merasa
malu dengan kakek neneknya jika kembali ke rumah. Dan hari ini suara merdu sang kepala
sekolah telah menghantarkan harapannya kembali. Seketika ia dapat menyambung mimpi-mimpi
indahnya yang sempat ia hapus dari ingatannya.
****
Ari seorang anak yatim piatu dari usia 4 tahun. Ibunya meninggal setelah melahirkan adiknya
yang ketiga. Disusul kepergian adiknya sebulan kemudian. Sementara ayahnya menikah lagi dan
mempunyai keluarga baru yang lebih kompleks permasalahannya. Tinggallah Ari sendirian. Hidup
berpindah-pindah, terkadang tinggal bersama kakek, bibi, ayah tak tentu arah. Berbagai gejolak
batin dialaminya sehingga masa kecilnya benar-benar suram.
Ari sempat berada dititik terjenuh dalam hidupnya sampai ia hilang kepercayaan terhadap
ayahnya. Keluarga ibarat neraka yang menghantarkan kehancuran hidupnya. Ia mencari kesenangan
kesana kemari. Bangku sekolah ditinggalkannya mengikuti gejolak batinnya yang begitu merana.
Setiap hari ia bergaul dengan orang-orang yang tidak memiliki semangat hidup, nongkrong, main
kartu, main game, bahkan sesekali tergoda dengan minuman keras yang didapat entah darimana.
Ari benar-benar kacau.
Hingga menginjak usia 20 tahun, perlahan penyesalan menyelimuti hatinya. Diawali dengan
mulai ringsek badannya. Batuk yang tak kunjung sembuh, paru-parunya sering terasa sesak.
Sehingga kondisi badannya semakin kurus. Sementara tak seorang pun yang bersedia mengurusnya.
Ibu dan ayahnya seperti biasa sangat sibuk dengan kehidupannya mengurus 4 orang adik-adiknya
sehingga tidak sempat mengurus dirinya. Sementara kakek dan neneknya telah pindah ke kota lain
jauh dari tempat tinggalnya.
Putus asa yang menghantuinya menghantarkannya kepada sosok teman yang sangat berempati
dengan keadaannya. Rais, seorang teman yang bersedia membantu dan memberikan perhatiannya
mengurus Ari. Hingga secara perlahan Ari dapat pulih dari sakitnya. Meskipun hobi Rais sangat
senang berganti-ganti teman perempuan tapi ia memilki kepedulian yang baik terhadap teman.
Bagi Ari, hal itu tidak masalah, ia menganggap Rais tetap sosok teman yang baik.
Dan karena Rais lah hingga akhirnya Ari sampai di kota ini. Rais mengajaknya ikut merantau
ke ibukota dengan modal ijasah SD karena ijazah SMP nya pada saat itu belum di tebus karena
keterbatasan ekonomi, lebih tepatnya tidak ada uang.
Ari mengawali perantauannya dengan mencari alamat kakek neneknya. Ada rindu yang tak
bisa diungkapkan dalam hatinya. Kakek nenek adalah orang yang paling menyayanginya. Yang
memberikannya kasih sayang sejak kepergian ibunya. Karena ibunda Ari adalah anak kesayangan
mereka. Tapi, mereka hanya menyekolahkan Ari sampai SD lagi-lagi karena keterbatasan biaya.
Mereka tak sanggup menyekolahkan Ari masuk SMP. Hingga akhirnya Ari dikembalikan kepada
ayahnya.
Dengan berat hati Kakek nenek melepaskan Ari, gejolak di dada Ari benar-benar bergemuruh.
Apakah mereka tidak sayang lagi kepadaku? Hanya karena biaya mereka rela melepaskan
17