Page 14 - majalah_edukasi_2
P. 14

JAWABAN AYAH
                                               Oleh: M. Eko Agustin



            aat ini aku di kelas VI. Sekolahku lumayan jauh dari rumahku. Sehingga aku diantar ayah
            menuju sekolah. Pagi ini seperti biasanya aku berangkat sekolah diantar oleh ayah. Jangan
      Smembayangkan ayahku seorang karyawan yang memakai baju necis rapih, berdasi dengan
       sepatu yang mengkilap, lalu diantar supir pribadi menuju kantor. Ayahku hanya seorang pengemudi
       motor daring. Ya.. sudah hampir setahun ini ayahku menafkahi keluarga dengan memilih menjadi
       pengemudi motor yang dahulu disebut ojek namun dengan berbasis aplikasi di gawai.
          Pernah saat ayah berhenti bekerja, aku bertanya pada ibu.
          “Ibu, kenapa ayah berhenti kerja?” Ibu hanya membelai rambutku dan menjawab,

           “Sabar, ya nak. Ini cobaan dari Allah. Semoga ayahmu kuat. Di balik semua kejadian pasti
       ada hikmah yang baik untuk kita”. Hanya itu jawaban yang ku terima dari ibu. Aku tak mengerti
       dengan jawaban Ibu. Tetapi biarlah. Namun memang ada perubahan pada diri ayah. Ayah sekarang
       menjadi lebih pendiam dan sabar. Berbeda saat ia bekerja. Setelah subuh ayah sudah berangkat
       dan sampai di rumah menjelang tengah malam. Aku jarang bertemu dengan ayah. Karena sering
       kali aku sudah tidur saat ayah pulang. Belum lagi ayah sering sekali marah kalau ada kejadian kecil
       yang terjadi. Pernah waktu itu setelah makan malam, aku tersandung dan menjatuhkan gelas.
       Ayah langsung memarahiku dengan berapi-api.
           Di awal-awal ayah menjadi pengemudi ojek daring aku merasa malu. Karena dahulu ayah
       mengantarku dengan mobil. Sekarang hanya dengan motor. Belum lagi jaket yang dipakai ayah
       dimana terdapat garis berwarna cerah dan bertuliskan nama perusahaan ojek daring yang cukup
       besar membuat semakin jelas bahwa ayah adalah pengemudi ojek daring. Seringkali aku diejek

       teman-temanku terutama Bayu.
          “Wah, turun level ni. Dulu roda empat sekarang roda dua.”
          “Hahahahaaaaa.” ejeknya suatu hari saat aku baru saja turun dari motor. Tapi ayah langsung
       menepuk bahuku. “Sudah Nak, sabar. Tidak apa-apa. Tenanglah”.
          “Ya, ayah,” jawabku.
            Memang sejak berhenti bekerja, kehidupanku berubah drastis. Mobil ayah tak tampak lagi.
       Aku tak pernah menanyakan kemana gerangan mobil itu. Dan rumahku juga dijual dan kami
       pindah ke rumah yang lebih sederhana. Tak ada lagi hembusan pendingin ruangan di kamarku.

       Menu makanku menjadi lebih sederhana. Dahulu, olahan makanan ayam adalah menu biasa.
       Sekarang, ayam menjadi menu yang mewah dan ku tunggu-tunggu. Tapi aku hanya menurut pada
       Ibu. Saat kami harus pindah, ibu memanggilku saat aku sedang belajar selepas maghrib.
          “Dino, Ibu mau bicara sama kamu. Apa yang akan ibu katakan mungkin akan mengagetkanmu.
       Tapi ibu yakin kamu akan mengerti.” Begitu ibu memulai pembicaraan. Lalu ia melanjutkan “Dino,
       ayahmu baru saja diberhentikan kerja. Ibu belum bisa ceritakan kepadamu apa penyebabnya.
       Tapi ibu minta sama kamu, kamu tetaplah sekolah yang rajin dan doakan ayahmu semoga kuat
       dan sabar. Kemudian mobil dan rumah ini akan dijual. Kita akan pindah ke rumah yang lebih
       sederhana. Kamu tidak apa-apa kan Dino?” tanya ibu.
          “Tidak apa-apa, bu. Tapi kenapa Bu? Kenapa dengan ayah?” tanyaku sambil memegang tangan
       ibu.
          “Sabar ya Dino, suatu hari akan ibu ceritakan kepadamu. Sekarang kamu harus sabar. Dan

       kamu tetap sekolah. Jangan kamu pikirkan bagaimana cara ayah menyekolahkanmu. Insyaallah
       ayah akan berusaha mencari pekerjaan yang halal untuk menafkahi kita.” Ibu memelukku erat.
       Terasa air mata ibu menetes di bahuku.

   14
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19