Page 25 - majalah_edukasi_2
P. 25

Seketika badanku terasa lemas bagaikan tak            mencermati kata-kata terakhir emak dengan
          bertulang. Mata basah dengan air mata. Tak            tidak ada pirasat apapun. Orang rumahpun
          kuat aku menompang kabar duka ini.                    tidak merasakan pirasat apapun. Hanya emak
            Tenda seusai resepsi masih menghiasi                berkata ingin bersih-bersih rumah untuk

          halaman rumah dan janur kuningpun                     menyambut menantu baru, beli seprai baru,
          masih melengkung dengan rapih. Seketika               dan menyiapkan kue-kue untuk dihidangkan.
          hening berubah menjadi bendera kuning,                Mendengar semua itu hati ini bagaikan
          meninggalkan duka yang mendalam. Tak                  disayat-sayat sembilu. Aku pandangi sekeliling
          pikir panjang kami bergegas menuju rumah              rumah memang tertata rapih dan bersih.
          duka yaitu rumah suami di Bogor. Sepanjang            Semakin aku tak  kuasa meneteskan air mata
          perjalanan ibu memelukku dengan erat, sesekali        lagi. Menghadap Sang Maha Kuasapun emak
          menenangkan hati ini agar tegar menghadapi            masih sempat memikirkanku. Hatiku semakin
          rencana Allah.                                        tertekan menahan tanggis, harus berkata apa

            Setiba  di  rumah  suami.  Kami  sudah              jika ibu mertua pulang ke tanah air. Semoga
          disambut dengan lambaian bendera kuning.              suasana nanti bisa terkendalikan dan emakpun
          Langkah inipun semakin berat bagai memikul            khusnul khotimah. Aku percaya rencana Allah
          batu yang sangat besar. Ibu dengan sabar masih        Swt lebih indah, ada yang datang dan ada yang
          merangkul tanganku. Rasa ini semakin tak              pergi.
          menentu, telinggaku tak mendengar suara
          apapun, pikiran kosong melompong, dan badan
          semakin tak berdaya ketika ingin melangkah
          ke arah pintu. Akupun tertidur sesaat (tak
          sadarkan diri). Tak lama aku terbangun. Aku
          tidak sanggup bu melihat jasad emak. Banyak

          suara-suara yang berusaha menegarkan hati
          ini agar ikhlas menerima takdir ini. Akupun
          langsung tersadar, kasihan emak jika aku
          bersikap seperti ini terus pasti nanti tidak
          tenang di sana. Akupun segera mendekati jasad
          emak yang terkujur kaku. Aku bisikan telingga
          emak untuk meminta maaf yang terakhir
          kalinya. Emak maafkan aku dan aku ikhlas
          emak pergi untuk selama-lamanya. Semoga

          emak tenang di sana dan mendapatkan tempat
          di sisi Allah Swt.
            Aku iringi terus jasad emak dari pemandian
          hingga ke pemakaman dengan mencoba
          menguatkan hati ini. Umur tidak ada yang
          tahu kapan ajal akan menjemput. Kemarin
          emak masih sehat walafiat bahkan masih
          menyaksikan pernikahaku. Kini emak telah
          tiada untuk selama-lamanya. Hanya nama dan
          kenangan yang tersimpan dalam memori.
             Sekarang aku tahu, ini jawaban yang

          kemarin dengan rasa yang tak menentu
          membelenggu di pikiranku. Akupun tak

                                                                                                                    25
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30