Page 11 - majalah_edukasi_3
P. 11
mahasiswa, tugas kuliah, kegiatan mahasiswa, dosen, buku-buku, semuanya menari-nari di benakku. Tak
sabar aku menantikannya.
Tanggal 26 April merupakan hari yang begitu bersejarah dalam hidupku. Tepat pukul 24.00 WIB,
terpampanglah namaku di layar komputer sebagai peserta yang lulus SNMPTN pada jurusan Teknik
Perminyakan ITB. Alhamdulillah, Ya Allah terima kasih atas semua yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Air
mataku berlinang tatkala membaca namaku tertera di laman itu, mengucur dan semakin deras sambil kubaca
berulang-ulang pengumuman itu. Tak lagi kutahu berapa lama aku tercenung di depan monitor komputer,
hingga seseorang lelaki menghampiriku.
“Neng, warnetnya mau ditutup karena sudah pukul satu dini hari.”, begitu ungkap penjaga warnet.
Seketika aku terperanjat, tersadar dan segera menutup layar, membayar, dan bergegas pulang. Ya, kuharus
mengabarkan berita baik ini segera mungkin kepada Bapak dan Ibu. Mereka harus merasakan kegembiraan
yang sama sepertiku. Kuingin mereka bangga. Kuingin mereka bahagia mendengarnya.
Ternyata setibaku di rumah, Bapak sudah menunggu di pintu masuk rumah sambil berjonggok. Kuambil
tangan Bapak, kucium agak lama. Tak terasa air mataku mengalir dan Bapak hanya terdiam memandangku.
“Bapak, Neng diterima di ITB. ITB, Pak. ITB. Bapak tahu kan ITB? Neng diterima, Pak!”, emosiku memuncak.
Dari arah kamar, Ibu pun keluar, mungkin suaraku membangunkan Ibu. Kusambar tangan Ibu,
kucium, kuciumi. Air mataku semakin tumpah ruah, tak tertahankan.
“Ibu........Ibu....... Neng akan kuliah. Kuliah, Bu. Di ITB, Bu. ITB.”, kuberikan penekanan pada kata ITB.
Aku ingin Bapak dan Ibu tahu bahwa aku benar-benar bangga sekaligus bahagia bisa mewujudkan
mimpiku untuk berkuliah di sana.
Tetapi Bapak dan Ibu tak bersuara, mereka terdiam. Seribu pertanyaan berkecamuk di benakku.
Apakah mereka tak bahagia sepertiku? Apakah aku tak membanggakan mereka? Atau? Tak
mampu kujawab.
Dari sudut mataku, kulihat Ibu menangis sambil tertunduk. Tampak benar Ibu berusaha menutupi
tangisnya agar tak terdengar olehku atau mungkin tak terdengar juga oleh Bapak. Tapi semakin
lama, tangis Ibu semakin pecah. Kebingungan menyergapku. Apa yang salah? Atau ada apakah?
Hingga beberapa saat kemudian, terdengar suara Ibu sambil tetap terisak dalam tangis yang
tertahan.
“Neng, Ibu dan Bapak bangga padamu. Bangga sekali. Terima kasih sudah membuat Ibu bahagia
mendengar kabar baik ini.”
Sampai sini, hatiku sungguh senang mendengar kalimat yang keluar dari mulut Ibu. Sebagai
anak, rasanya tak ternilai ketika kita bisa membanggakan dan membahagiakan orang tua kita. Dan
aku sudah melakukannya.
Tapi, setelah menyimak kelanjutan kalimat Ibu berikutnya, perasaanku hancur, sangat hancur.
“Sepertinya, Neng tidak akan bisa kuliah untuk sekarang”, tangis Ibu belum berhenti. Di antara
isak tangisnya Ibu melanjutkan.
“Minggu depan Bapak harus menjalani operasi di rumah sakit di Jakarta. Bapakmu terkena
kanker otak stadium 4.”
“Ibu mohon, Neng bisa menjaga adik-adik selama Ibu menemani dan merawat Bapak di rumah
sakit.”
“Kita tidak bisa mengandalkan Saudara kita karena merekapun mempunyai urusan masing-
masing. Jadi Ibu harap Neng bisa melaksanakan tanggung jawab ini.”
“Selanjutnya Ibu mohon bantuan Neng agar mau meminjamkan uang kepada Ibu untuk keperluan
Ibu dan Bapak selama Bapak berobat. Sekali ini Ibu mohon dengan sangat. Ibu sudah mencoba
untuk meminjam kepada Saudara kita tapi rupanya mereka juga sedang tidak mempunyai uang
berlebih untuk dipinjamkan kepada kita. Ibu sudah berusaha datang ke rumah Om Edward tapi
ternyata beliau keberatan. Alasannya adalah beliau tidak yakin kita mampu mengembalikan
pinjaman uang tersebut.
Jaminan pinjaman pun kita tak punya karena rumah yang kita tempati ini adalah kepunyaan
Nenekmu. Dulu memang, Nenek memperbolehkan Ibu dan Bapak untuk menempatinya setelah
pernikahan karena Nenek tahu bahwa Bapakmu belum mampu membeli rumah sendiri. Jadi, rumah
ini bukan rumah kita. Tak mungkin akan Ibu jaminkan kepada Om Edward. Harta lain kita tak punya.
Sepeda yang biasa Ibu pakai akan Ibu jual untuk tambahan biaya. Ibu betul-betul mengharapkan
11