Page 9 - majalah_edukasi_3
P. 9
tidak bisa melanjutkan pendidikan setelah lulus SMA. Dan alasan utamanya adalah finansial.
Bukankah untuk kuliah itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan bisa disebut mahal.
Belum biaya kuliah, uang makan, uang kos, dan lain-lain, yang tentunya tidak murah.
Untuk itu, saya sudah memikirkannya sejak sekarang. Dan demi mewujudkan keinginan
berkuliah, saya sudah menyimpannya dalam amplop: Untuk Masa Depan. Amplop ini kususun rapi
di balik baju terbawah di lemari yang sudah tidak terlalu kokoh lagi, barangkali sudah terlalu lama,
kayunya mungkin semakin rapuh. Menurut Ibu, lemari ini adalah lemari sewaktu Ibu muda dulu.
Ketika Ibu pindah dari rumah Nenek ke rumahnya sendiri bersama Bapak, lemari ini disuruh Nenek
untuk dibawa bersama dengan peralatan dapur seperti piring, sendok, panci, wajan, dan beberapa
yang lainnya. Kebiasaan yang juga dilakukan oleh orang tua lain di kampungku tatkala melepas
anak gadisnya dipinang kemudian dibawa oleh suaminya berumah tangga.
Sering saya mendengar kisah tentang kebiasaan ini. Tadinya saya berpikir, mengapa orang tua
memberikan bekal peralatan dapur kepada anak gadisnya yang akan pindah ke rumahnya sendiri
bersama suaminya. Bukankah sebagai suami istri, mereka bisa melengkapi peralatan rumah
tangganya sendiri. Atau mengapa harus perlengkapan dapur? Bukankah perlengkapan di dalam
rumah tangga itu tidak hanya peralatan dapur, masih banyak perlenggakpan lain yang juga harus
dibutuhkan. Kasur, tempat tidur, peralatan mandi, kursi, meja, dan masih banyak yang lainnya. Kini,
pelan-pelan terjawab sudah. Ternyata, stabilitas rumah tangga itu berawal dari dapur.
Aktivitas rumah tangga pun sebenarnya bagi seorang perempuan, lebih banyak dilakukan
di dapur. Sejak bangun tidur, kuamati Ibu langsung menuju dapur. Menyiapkan makanan untuk
sarapan kami. Siang sepulang kerja menyetrika, Ibu langsung ke dapur. Menyiapkan makan siang
dan sekaligus malam, juga untuk kami. Malam pun kadang-kadang Ibu masih ada di dapur, entah
mencuci piring, membereskan dapur, atau menyiapkan sayur-mayur atau lauk untuk dimasak
besok pagi setelah sholat Subuh. Begitu setiap hari. Memang, tak salah bila Nenek dan juga ibu-ibu
yang lain membekali anak gadis mereka dengan perlengkapan dapur ini. Seperti itulah faktanya.
Setiap pos keuangan yang sudah tersimpan di amplopnya masing-masing, siap kukeluarkan
sesuai dengan kebutuhannya. Kuajak adik terkecil ke warung yang letaknya tidak terlalu jauh dari
rumah. Warung ini relatif lengkap menyediakan segala kebutuhan sembako. Kubeli beberapa
kilogram beras, 10 bungkus mie instan, dan dua liter minyak goreng kemasan. Kubelikan juga
beberapa makanan ringan buat ketiga adikku. Masing-masing mendapat jatah dua macam
kudapan kering (snack), sesuai dengan kesukaan ketiga adikku itu. Masih tersisa beberapa lembar
pulahan ribu. Sisa uang inilah kumasukkan ke dalam amplop untuk masa depan.
Sementara amplop Untuk Adik, belum kukeluarkan isinya karena memang di bulan ini belum ada
pembiayaan lain yang mesti dikeluarkan oleh kedua adikku yang sedang duduk di bangku SMP
dan SD itu. Bila sampai akhir bulan September ini ternyata tidak ada keperluan yang kukeluarkan
maka biasa isi amplop itu akan berpindah ke dalam amplop Masa Depan. Sedangkan amplop yang
bertuliskan Untukku, hanya kukeluarkan sedikit saja, tidak lebih dari seperempatnya. Itupun hanya
berpindah tempat saja. Beberapa lembar kususun di dalam dompet yang sehari-hari kubawa ketika
bepergian.
Ini untuk jaga-jaga bila suatu saat ada keperluan, baik itu keperluan sekolah seperti untuk
memfotokopi, untuk mengerjakan tugas, untuk sumbangan, dan lain-lain. Untuk amplop ini, memang
saya sedikit selektif mengeluarkannya. Bila memungkinkan tidak akan saya keluarkan. Nah, jika
ternyata sampai akhir bulan pun amplop ini masih bersisa maka semuanya akan berpindah ke
dalam amplop Untuk Masa Depan yang jumlahnya tidak lagi satu melainkan selalu bertambah
karena amplop yang lama sudah tak mampu lagi untuk menyusun lembaran rupiah yang tersisa
dari amplop yang lainnya. Bukankah akan semakin tebal saja isi amplop ini bila setiap akhir bulan
mendapatkan tambahan isi dari ketiga amplop lainnya, begitu saya selalu berharap.
Selayaknya siswa kelas XII SMA, diberikan kesempatan untuk mengikuti Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), saya pun melakukan berbagai tahap mulai dari pendaftaran,
mengisi biodata, hingga mencetak kartu bukti pendaftaran. Sesuai dengan peraturan dalam
pemilihan jurusan melalui jalur SNMPTN yaitu setiap siswa pendaftar dapat memilih sebanyak-
banyaknya dua Perguruan Tinggi Negeri (PTN), salah satu PTN harus berada di provinsi yang sama
9