Page 26 - majalah_edukasi_6
P. 26
Setiba di ruang BK, aku kebiasaannya membolos. Kulihat pun, Aril
mempersilakan mereka duduk. Kuberikan memang sudah rajin masuk seminggu ini.
mereka gelas plastik berisi air mineral.
Mereka pun minum seolah-olah sebulan “Aku ngga ngerti bu, kenapa harus
belum minum air putih. Kusodorkan tisue aku yang dilibatkan. Padahal aku ngga
untuk menyeka peluhnya. ikutan mereka. Aku keluar kelas mau ke
UKS bu, aku mau minta obat pusing.
“Baik, sebelum kita ngobrol, kalian isi Mereka dibawa Pak Toni ke ruang guru.
dulu buku ini ya”, ujarku sambil Eh, begitu liat aku keluar dari ruang UKS,
menyodorkan Buku Konseling yang berisi langsung aku dibawa juga.” Aril
nama, kelas, alamat, masalah, dan paraf menceritakan kejadian itu sambil
mereka. mengusap airmatanya.
Mereka pun tertib mengisi Buku Aku diam. Aku merasakan kecewa di
Konseling tersebut. hatinya. Aku sangat paham, karena baru
seminggu kemarin dia bercerita tentang
“Bagaimana? Kita mulai aja ya”, dirinya dan keluarganya. Ia pun benar-
ujarku ketika kulihat ke lima anak tersebut benar berniat mengubah kebiasaan
telah menulis nama mereka di Buku buruknya selama ini.
Konseling sambil tersenyum.
Masih terekam dengan baik saat dia
“Bu, jangan marahin kami lagi. Kami bercerita, “Bapak aku kena stroke bu, sejak
tau, kami salah. Tapi jangan omelin kami aku kelas 5 SD. Selama ini, ibu yang ambil
lagi.” Rizal menyuarakan isi hatinya alih peran Bapak cari uang. Ibu aku guru di
dengan suara parau. sekolah swasta, Ibu juga suka pulang
malam setiap hari, karena ibu ngajar di dua
“Ibu ngga ngomelin kalian, kita bimbel. Bapak stroke karena kena tipu 175
ngobrol aja. Ibu cuma mau tau awal juta. Setiap hari kami hanya berempat di
ceritanya dari mana.” Kupelankan suaraku. rumah. Kakak aku kuliah. Kalau aku
Aku harus membuat mereka nyaman dulu, sekolah, bapak sendirian di rumah. Aku
sehingga mereka akan bercerita dengan suka ngga masuk sekolah karena kadang
tenang, seperti harapanku. kesiangan, biasanya kalau malam bapak
sakit. Kadang ngga masuk juga karena
“Begini Bu, tadi pelajaran Bu Risma. Bapak ngga bisa ditinggal.”
Tapi Bu Risma belum juga masuk ke kelas.
Padahal sudah 20 menit bu. Ya sudah, aku Dibalik ulah anak didik kita, pasti ada
keluar kelas, niatnya mau ke kamar mandi. sesuatu yang melatarbelakanginya.
Tapi ternyata di belakang aku sudah ada Terkadang, kita terlalu cepat melabel
Ali, Hamzah, dan Rafli yang ngikutin aku.” mereka dengan predikat “nakal” untuk
Rizal menjelaskan dengan tenang. setiap kelakuan yang berada di luar ranah
kedisiplinan.
“Ali, Hamzah, dan Rafli kenapa
ngikutin Rizal?”, tanyaku lebih lanjut. Keempat anak yang tadi kupanggil
sudah kembali ke kelas masing-masing.
“Kami bete bu, aku pikir Rizal mau ke Tapi sebelumnya ada celetukan dari Rizal
kantin. Ya kami ikutan.” Ali menjawab yang sungguh mengena di hatiku.
tanpa ada rasa bersalah.
“Bu, kenapa hanya siswa yang
“Lalu, Aril kenapa?” Aku penasaran, dituntut untuk disiplin? Kenapa guru ngga
belum kudengar suara Aril. Anak ini baru dituntut dengan hal yang sama? Guru
saja seminggu lalu berjanji akan merubah masuk ke kelas ngga tepat waktu, kalau
26 | M a j a l a h E d u k a s i 6 - F e b r u a r i 2 0 2 0