Page 35 - majalah_edukasi_10
P. 35

Tiba saatnya aku di daftarkan di bimbingan belajar milik mas anto, akupun di antar di ruang
                kelas oleh mbak Ani, salah satu tenaga pengajar di sana, aku di persilahkan memperkenakan
                diri di depan kelas, rasa canggung, dan takut ketika kulihat rekan-rekan yang lain melihatku. “
                Namaku Adishta Putri, panggil saja aku Adish,  aku sekolah di SD negeri 39, hobiku
                menggambar dan mewarnai”. Pernekanlanku di sambut baik oleh teman-teman yang lain.
                Akupun di persilahkan duduk di bagian depan tepat di depan papan tulis. Pelajaranpun di
                mulai, kali ini di awali dengan pelajaran matematika, betapa kagetnya aku ketika mengikuti
                pelajaran di bimbel pertama kali,  setiap pelajaran di bikin seunik mungkin, aku di ajak bermain
                oleh guru di sana, pelajaran matematika di olah menjadi sebuah lagu, dan cara menghitungnya
                pun dengan media permainan, serta teman-teman yang lain mengajakku bermain sambil
                belajar bersama, “Waah… aku sangat senang sekali, pelajaran terasa mudah bagiku”
                gumamku dalam hati sambil tertawa lepas sambil mengikuti teman-teman yang lain. Aku lebih
                senang dengan pola ajar guru-guru di bimbel dibandingkan di sekolah, jika di bimbel aku
                merasa di jadikan teman oleh gurunya, kita bebas untuk curhat, dan berekspresi. Namun, jika di
                sekolah suasana tegang begitu terasa bagiku, tapi walaupun berbeda aku harus berusaha untuk
                menyesuaikannya saja, sedikit tidaknya aku sudah mengerti cara belajar yang nyaman dan
                menjadi mudah dan semenjak di sini aku bisa membaca dengan lancar. sehingga IQ ku agak
                meningkat di bandingkan dulu.
                Seiring berjalannya waktu aku mengikuti pembelajaran di bimbel , perlahan-lahan rasa percaya
                diriku mulai timbul, aku pun mulai berani mengungkapkan pendapat di depan kelas, mulai
                berani berekspresi di depan umum, dan aku berani mengikuti lomba menggambar dan
                mewarnai di sekolah, kepercayaan diriku semakin muncul ketika aku dinyatakan sebagai
                pemenang di perlombaan itu. Haru dan bahagia kulihat terpancar dari wajah ibuku, yang
                seolah tak percaya dengan perkembanganku.
                Sampai suatu ketika, ujian semster di sekolahpun di adakan kembali, setelah berbagai macam
                cara aku mengikuti pola belajar di bimbel, aku pun bersiap-siap mengikuti ujian di sekolah,
                duduk di bagian paling depan, ku pandangi semua teman-teman di kelas, raca cemas
                berkecamuk saat itu, berharap nilaiku tidak jelek lagi seperti dulu. Lembar ujian kuterima dari
                guru pengawas, sambil mengambil nafas dalam-dalam perlahan kubuka lembar soal itu, sontak
                akupun terkejut melihat soal ujian sama persis dengan apa yang di sampaikan oleh guru di
                bimbel, dengan penuh kegirangan aku bisa mengerjakannya. Alhamdulillah ketika tiba kembali
                saatnya pembagian rapot, guruku tersenyum kepadaku, dia berkata “nilaimu sekarang bagus,
                pertahankan sehingga kamu bisa naik kelas”, suara penyemangat itu ku dengar untuk pertama
                kalinya di telingaku setelah bertahun-tahun aku disekolah. “baik pak, aku akan berusaha”
                sambutanku kepada guruku.  Sesampainya di rumah ibu ku dengan wajah sumeringah beliau
                melihat hasil rapotku, biasanya aku selalu mendapat peringkat paling akhir, kali ini aku masuk
                ke 10 besar. Lagi-lagi aku melihat senyum bahagia dari ibu untukku setelah bertahun-tahun
                kunantikan.
                Setelah beberapa lama mengikuti pelajaran di sekolah dan di bimbel dengan penuh kesabaran,
                imaje buruk kepadaku sudah mulai sirna, teman-teman sekolahku sudah tidak pernah lagi
                memanggilku dengan sih bodoh, mereka memanggilku dengan nama saja, serta sudah tidak
                lagi aku di remehkan di keluarga, perlahan ibuku selalu mengarahkanku ke bakat, serta apa
                yang membuat aku senang dalam belajar ibu coba ikuti, karena memang ibu dapat masukkan
                dari mas anto dan tante vika tentang pola didik anak soal belajar.
                Hari demi hari- bulan demi bulanpun telah berlalu, aku terus berupaya meningkatkan belajarku,
                sambil selalu di suport oleh orang tuaku dan guru-guruku, apresiasi selalu kuterima dari
                mereka, sehingga aku jadi semangat dalam belajar. Sampai akhirnya aku memasukki kembali
                masa ujian semester akhir ialah ujian kenaikkan kelas, kembali aku mengikuti ujian dengan
                antusias, aku sangat bersyukur sekali di setiap ujianku ini, aku dapat menjawab seluruh soal-
                soal yang di berikan dengan mudah, sampai akhirnya aku dinyatakan naik ke kelas enam.
                Sebenarnya inilah yang kubutuhkan dari dulu, dukungan dan semangat dari orang tua,
                keluarga dan lingkungan yang dapat membuatku menjadi maju, serta pola pengajaran yang
                tidak monoton yang membuat ku menjadi bisa, akupun menyadari bahwa tidak semua anak
                bisa mengikuti pola belajar yang di terapkan seperti tempo dulu, yang saklek terhadap
                pelajaran, sebenarnya pola belajar yang asyik dan menyenangkanlah yang mudah di terima
                oleh anak,  sehingga kepercayaan diri anak bisa timbul dalam belajar.




                                                  31
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40