Page 34 - majalah_edukasi_4
P. 34
saya penasaran sekali. Dengan perasaan OLSN ini untuk menyumbangkan nama
takut kudekati pengumuman bersama para baik sekolah. Saya ingat pesan pembina
peserta dari sekolah lain dan guru upacara, Ibu Hj Annisa kepala sekolah yang
pendamping. Mataku beradu dengan angka menyampaikan pesan lewat amanatnya
23 yang merupakan nomor urut pesertaku. bahwa kita lebih baik tidak mengharap apa
Alhamdulillah, kedua tanganku menengadah yang akan kita terima dari negara tetapi apa
dan meraup mukaku sebagai gambaran rasa yang sudah kita persembahkan untuk negara
syukur. Teman – teman dan guru dalam mengisi kemerdekaan ini. Begitu juga
pendamping memberikan ucapan selamat untuk sekolah.
sambil menjabat tanganku. Rasanya seperti
Selesai saya tampil, kulihat Bu Titi
mimpi di siang hari. Tak pernah terbayang
dan Bu Listi saling berpeluk dan mengusap
hal seindah ini akan terjadi.
air matanya. Beliau – beliau menghampiriku
Panita memanggil para finalis untuk dan merangkulku penuh haru. Dag dig dug
mengambil hasil cipta puisinya untuk jantung berdegup saat peserta dikumpulkan
dibacakan untuk menentukan juara pertama, di lapangan untuk disampaikan hasil lomba.
kedua, ketiga dan juara harapannya. Seakan tak pewrcaya namaku pun disebut
Seketikab hatiku menciut, tak terbayang walau bukan juara pertama. Alhamdulillah,
pucat pasi seperti apa wajahku saat itu terima kasih ya Allah. Puja - puji dan
karena teman – teman tahu kan suaraku ucapan syukur terus mengalun dalam hatiku.
lembut halus bahkan tak jarang suaraku tak Rasa gembira ria ini tak berakhir karena
terdengar. Tapi mendengar pesan Bu Titi, berlanjut dengan pesan dari Dinas
saya jadi semangat dan berani. Beliau Pendidikan Kabupaten Bekasi bahwa para
berpesan bahwa Beliau tidak menuntut juara akan diberikan hadiah piagam, piala,
banyak, tidak harus menang, tidak harus dan uang pembinaan. Alhamdulillah kami
berekspresi dan sebagainya, hanya satu pulang tidak dengan tangan kosong. Kami
pesan pokoknya yaitu suara harus terdengar bisa mempersembahkan ini untuk sekolah
oleh tim juri. Aku maju dengan segudang tercinta ini. Terima kasih atas
perasaan yang bercampur tak terlukiskan peehatiannya.” Tepuk tangan dan pujian pun
antara berharap dan menyerah. Kukeluarkan menghantarkan Syifa kembali ke tempat
suaraku secara maksimal tanpa berpikir duduk.
nanti masih ada suara tersisa atau tidak.
Cerita kedua merupakan karya
Sekali pun tidak, aku ikhlas karena ini
Perlita Veda si jago Basket. Si cantik kecil
adalah perjuangan terakhirku di lomba
mungil ini menceritakan pengalamannya
34