BELAJAR MENATA HATI DAN MENIMBUN PAHALA DARI BERTETANGGA

BELAJAR MENATA HATI DAN MENIMBUN PAHALA DARI BERTETANGGA

Oleh : Lili Priyani

Tok, tok, tok. Suara palu terdengar saling bersahutan dari rumah sebelah. Ditambah lagi dengan dengingan suara mesin gergaji dan mesin pemotong keramik. Bising dan memekakkan telinga. Suasana yang biasanya sunyi sepi, kini riuh dan berisik. Belum lagi jika para kuli dan tukang bangunan menyetel lagu dengan speaker atau pelantang yang suaranya di luar kewajaran. Jika diamati, seperti itulah kebiasaan para pekerja bangunan, memutar lagu berirama dangdut atau Melayu dengan volume maksimal. Mungkin itu cara mereka agar lagu yang disetel bisa terdengar oleh mereka di saat bersamaan dengan suara deru mesin perkakas bangunan.

Tapi, bagaimana dengan orang sekitar yang menyimak irama musik tersebut? Orang-orang yang berada di sekitar rumah yang sedang dibangun tentu dipaksa turut mendengarkan lagu-lagu yang belum tentu cocok di telinga. Pemaksaan, jelas ini pemaksaan. Suara-suara menggelar dari palu, mesin pertukangan tak kalah membuat telinga pekak. Efeknya adalah kita tidak bisa beristirahat dengan tenang, tidak bisa menyimak suara lain (yang kita inginkan), tidak bisa saling berkomunikasi secara tertib. Karena suara keras yang bersumber dari rumah sebelah tentu akan mengalahkan suara pelan yang ada di dalam rumah kita sendiri. Situasi seperti ini akan ‘dinikmati’ selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan hingga rumah yang diidamkan terbangun cantik, indah, dan sesuai harapan pemilik rumah.

Seperti itulah dinamika hidup bertetangga. Asam manis dirasakan. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehidupan bermasyarakat. Tetangga merupakan sarana kita untuk berhidupan sosial. Bersama tetangga, kita bisa saling berkomunikasi dan menjalin kekerabatan. Kebersamaan dan saling menjaga hubungan baik sangat dianjurkan dalam agama manapun, termasuk agama Rahmatan lil alamin: Islam. Menjaga dan memuliakan tetangga tertera dalam hadist berikut ini.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah memuliakan tetangganya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hidup bertetangga tentunya harus saling menjaga keharmonisan. Allah memerintahkan bagaimana seorang hamba harus berbuat baik kepada tetangga seperti termaktub dalam firman Allah surat An-Nisa’ ayat 36:
وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْۢبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Dari firman Allah tersebut, bisa ditarik hikmah beberapa cara bersikap santun dan baik terhadap tetangga, di antaranya berikut ini.
1. Memberikan senyuman
Senyuman merupakan cara sederhana untuk mendatangkan kebahagiaan. Dengan senyuman bisa menumbuhkan energi positif dalam diri sendiri dan juga orang lain.
2. Memberikan makanan atau hadiah
Sebagai ungkapan kasih sayang dan untuk menjaga persaudaraan, alangkah lebih baik kita berinisiatif memberikan sesuatu, misalnya makanan atau hadiah kepada tetangga kita.
3. Berbicara dengan baik
Hidup bertetangga tidak terlepas dari obrolan. Namun sebaiknya, pembiacaraan tersebut tidak berlama-lama, hanya membicarakan yang penting-penting saja, tidak bergunjing atau menghindari gibah.
4. Saling menolong
Jika tetangga mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, sepantasnya kita mengulurkan pertolongan. Menjenguk tetangga yang sakit, takziah atau berbela sungkawa, atau membantu acara yang diselenggarakan tetangga sesuai dengan kemampuan.
5. Memperhatikan hak-hak tetangga
Setiap orang memiliki hak di samping kewajibannya. Hak tersebut sepatutnya terpenuhi agar terjadi keseimbangan dan harmonisasi. Dalam hidup bertetangga, setiap kita berhak untuk hidup nyaman, aman, tenteram, dan bebas dari segala gangguan. Rasa saling untuk menghargai dan memenuhi hak-hak ini sepatutnya dijaga agar tidak terjadi disharominisasi atau ketidaknyamanan.
Demikianlah, yang bisa disarikan dari interaksi bertetangga berdasarkan beberapa sumber. Ada banyak hikmah yang bisa didapatkan dari memuliakan tetangga. Tetangga adalah saudara kita yang paling dekat. Ketika terjadi sesuatu, tetanggalah yang pertama akan memberikan pertolongan. Terlebih jika kita hidup jauh dari rumah saudara. Memuliakan tetangga sebenarnya bukan perkara susah, jika kita mempunyai keinganan dan ketulusan untuk melakukannya.

Dari kehidupan bertetangga kita belajar bagaimana menata hati agar selalu berusaha berbuat baik, menahan diri, meruahkan rasa kasih sayang, menjaga kekerabatan, tenggang rasa, berempati, sekaligus belajar menghargai hak orang lain. Berusaha untuk tidak merugikan orang lain, menafikkan hak orang lain, dan menjaga kenyamanan, keamanan, serta menciptakan harmonisasi lingkungan. Semua ini kita lakukan semata-mata berharap bertimbun pahala atas budi baik kita terhadap tetanggga.
Hanya kepada Allah Subhanahu Wataala, Tuhan Yang Mahakuasa, kita berlindung dan berharap ladang amal demi kehidupan abadi di akhirat kelak.

(Tulip, 5 Februari 2023

Penulis: Lili Priyani, guru di SMAN 2 Cikarang Utara; Ketua KPPBR, Penggiat/Penggerak Literasi; Penulis. Aktif di media sosial FB, IG, YouTube Lili Priyani.

30 thoughts on “BELAJAR MENATA HATI DAN MENIMBUN PAHALA DARI BERTETANGGA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *