AMARAH

AMARAH
Oleh: Martini

Angin bertiup kencang membisikan kata manis. “Pergilah kejar kebahagiaanmu, jangan kau lihat siapa di belakangmu.” Kata-kata itu hadir menyelinap setiap saat ku termenung. Ceklek suara pintu terbuka badanku mendadak gemetar hebat. Ya seorang pria datang ia adalah suamiku Juan. Seorang suami yang memiliki sifat di luar nalar. Ia menyayangiku hingga memiliki sifat yang begitu cemburu.

“Indah mana nasinya aku lapar mau makan, nasi masih ada di rice cooker kau pikir aku harus memakan nasi yang masih panas hah?” Juan berkata padaku. Nasi sudah tersedia yang sudah dingin namun aku lupa menyediakannya. “Mana”? Sambil memukul piring dan melemparnya ke lantai. Tak lama ia pun pergi.

Keesokkan harinya aku harus bekerja membantu suamiku mencari uang untuk mencukupi kebutuhan. Suamiku tak mengantarku pergi jadi aku harus jalan kaki hingga ke tepi jalan. Aku izin pada suamiku untuk ikut dengan temanku yang bernama Rudi. Kami memang satu tempat kerja. Aku dan Rudi berteman baik tidak ada rasa apapun. Di tempat kerja, aku memang dekat dengan karyawan lainnya selain Rudi. Hari sudah sore aku pun bergegas pulang, seperti biasa aku ikut dengan Rudi. Hari sudah pukul 18.30 aku masih dalam perjalanan menuju rumah, jalan kaki menyusuri jalan yang sepi. Rasa takut menyelimuti namun aku tahan hilang oleh rasa lelahku.

Sampai di rumah anak-anak sedang asik dengan handphonenya masing-masing. “Mana ayah?”. Tanyaku pada si sulung. “Entahlah mah aku tak melihatnya”. Jawabnya sambil memainkan handphone. Satu Minggu berlalu suamiku tak kunjung pulang ke rumah. Kring kring kring “Halo kak, ada apa ya?”. Kakak iparku menelpon. “Kalian kenapa, jemputlah si Juan sudah seminggu dia di sini?”. Katanya. “Loh kami tidak ada masalah apa pun kak?”. Kataku. Ku minta si sulung untuk menjemputnya. Suamiku pulang dengan wajah penuh amarah. Aku tak tau apa salahku. Malam semakin larut tiba tiba “Kamu selingkuh, Ibu kalian sudah selingkuh, ibu kalian tidak sayang lagi sama ayah dan kalian berdua?”. Ucapnya padaku di depan anak-anakku bahkan mereka tidak tau apa-apa. Ia mengambil piring dan memecahkannya di depanku. Ia membabi buta memukul tembok memukul pintu.

Suamiku sendiri menuduhku berselingkuh. Bertahun-tahun aku terkekang selalu kata-kata selingkuh yang ia tuduhkan padaku.

“Kita pisah.” Ucapnya. Bagaikan petir di siang bolong kata-kata itu terucap. Aku menangis tak kuasa. Tubuhku melemah tanpa tujuan kemana ku harus bersandar dan mengadu.

Bersambung ….

05 Februari 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *