CERITA HARI

CERITA HARI
Oleh : Ratih W

“Pagi, Bu,” ucapnya seraya menghampiri
“Pagi, Pak,” saya mau ambil nomor antrian, di mana bisa saya ambil?” jawabku sambil melempar senyum seraya melipat 10 jemari depan dada.

“Ini nomor yang tersisa,” ucapnya sembari memberi secarik kertas bertuliskan nomor antrian dan tempat yang akan kutuju.

Nomor 51. Duh harus jam berapa aku kembali? Aku masih berdiri depan pintu depan Pak Satpam tadi.

“Ibu mau dikawal?
Seseorang dengan seragam sama, namun wajah yang berbeda mendekat.
Tak bingung dengan pertanyaan, seolah isi kepalaku paham dengan apa yang dimaksud.

“Siap, Pak,” ucapku seraya merogoh saku mengeluarkan lembar dua puluh ribuan.

Taraaam….
nomor antrian langsung berubah menjadi 1.
“Jangan lewat jam 08.00 ya, Bu!” ucapnya kemudian langsung pergi meninggalkanku.

“Sakti uangku,” batinku sembari pergi menuju parkiran.

Itulah yang terjadi kemarin pagi, dan hari ini aku harus kembali.

Readathon kupercepat, masuk kelas hanya beri tugas, lalu injak gas si Scopy meluncur dan ikut mengisi kemacetan arus jalanan MT. Haryono.

“Pagi, Bu! Ada yang bisa kami bantu?” tanyanya dengan ramah, sangat ramah.
“Pagi, Pak! Saya sudah dapat nomor antrian, nomor 4, Pak,” jawabku.

“Silakan ibu menunggu karena nomornya sudah terlewat, sambil menunggu silakan ibu isi formnya,” ujarnya cepat.

Hmmmmm…. sia-sia ku lari, terlambat juga. Melihat sekeliling ruangan penuh, tak ada sisa buatku duduk. Berdiri di pojok sambil mengisi form yang diberikan Pak Satpam tadi.

Sambil senyum kudekati,
“Pak, bisa bantu biar saya bisa cepat ke sana!” seraya menunjuk arah meja yang akan kusambangi.
Tengok kiri-kanan, tangannya tampak merogoh saku, namun belum sempat mengeluarkan tangan, satu suara jelas terdengar.

“Nomor antrian 4 silakan menuju ….!

Tak sempat ku menoleh wajah yang tadi kusapa dan kutanya, langsung lari menghadap wajah cantik berjilbab, di meja yang kemarin pagi buatku mati gaya.

Silakan, Bu! ucapnya dengan sangat manis, semanis tuperware hitam yang kubawa berisi teh panas.

Kemarin wajah itu sempat buatku dongkol, lantaran satu hal tak bisa kupenuhi. Tak bisa juga menolongku. Kukeluarkan semua kartu, hanya untuk meyakinkan bahwa inilah aku.
Kartu NRG, NPWP, PGRI, hingga anggota Kwarran Pramuka, aku keluarkan. Hanya kartu Matahari saja tak kulihatkan. Dia tetap bergeming. Wajahnya menggeleng-geleng dengan seulas senyum tawar. Duh gregetan rasanya. Kerap kita pun menjadi manusia kardus yang seolah tak kenal aturan.

“Maaf, Bu,” saya tidak bisa membantu, sebab harus dengan KTP asli atau Ibu punya KTP Digital? Ah, sial memang tiba-tiba saja KTP-ku raib entah kemana.

“Silakan ibu urus ke Dukcapil jika mau.”
Hmmm .. ada sesak mengisi ruang dada.

“Maaf, ini berkas teman saya sudah komplit, apakah bisa dibantu, tanyaku kembali. Tadi di sekolah dengan PD-nya aku menawarkan diri, untuk membantu punya kawan.

“Maaf, Bu tidak bisa, harus mengurus sendiri.
“Ibu beneran nie, ga bisa bantu?
Pertanyaanku mungkin konyol, tapi saat terdesak, kadang lupa diri.

Makhluk manis di depanku layaknya robot, seolah tak punya hati, tiada memberi kelonggaran sedikit pun. Hanya tersenyum saja.

Namun pagi ini, semua rukun terpenuhi. Si Robot cantik itu begitu manis melayani. Urusan pun lancar tanpa kendala.

Demikianlah manusia,, begitu banyak warna dengan aneka karakter. Unik, lucu, asyik, dan kerap mengundang senyum.

_Bani Adam 18 C2 : 11.10.23_

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *