KEABADIAN CINTA TERTOREH DARIMU, IBU
Penulis: Lili Priyani
Tiada sutera selembut belaian Ibu
tiada tempat senyaman pangkuan Ibu
tiada bunga seindah senyuman Ibu
tiada akar sekuat bahu Ibu
tiada otot sekekar tangan Ibu
tiada kaki setangguh langkah Ibu
Keajaiban dalam hidup terlahir dari rahimmu
keabadian cinta tertoreh dari jiwamu
pengorbanan tak berbalas
telah kunikmati sejak masih dalam kandunganmu
Tak kuhinggakan terima kasih untukmu
tetap tak kan sebanding
dengan apa yang telah kau tunaikan
untukku
Ya Allah, ampuni segala hilap Ibu
kasihanilah ia, sebagaimana ia
mengasihaniku sedari kecil
Selamat Hari Ibu, Desember 2022
Demikianlah petikan puisi berjudul ‘Terima Kasih, Ibu’ yang saya tulis bulan Desember 2016 lalu. Puisi ini termuat dalam buku berjudul “Diari Hati”. Buku yang sudah sampai ke tangan Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo. Tahun 2018, atas izin Allah SWT, saya bisa mengantarkan dan menghadiahkan buku ini kepada orang nomor satu di negara ini secara langsung. Sungguh, merupakan suatu peristiwa yang sangat berkesan. Buku tunggal ini awal debut saya menjadi seorang penulis. Melalui buku tunggal ini, memantik semangat saya untuk terus berkarya. Allah mengalirkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya dan memampukan saya untuk menulis hingga bisa menorehkan karya ‘Satu Bulan Satu Buku’. Konsistensi menulis yang dirawat, sampai kini sudah terlahir banyak buku tunggal dan buku antologi bersama. Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya pada Allah, Tuhan Yang Mahahebat.
Judul yang saya angkat dalam tulisan ini, berkisah tentang Ibu. Sosok luar biasa yang sudah melahirkan kita ke dunia. Berkat jasa Ibulah, saya bisa menulis (dan juga membaca). Keterampilan dasar berbahasa, yang dilatihkan oleh Ibu saat balita dulu, memprasasti kuat dalam hidup saya hari ini. Tak akan ada saya hari ini jika saja Ibu tak mengajarkan keterampilan berbahasa (termasuk berbicara) ketika saya masih kecil. Ibulah pendidik terbaik bagi saya. Sejak dini, sosok perempuan yang kupanggil dengan “Umak” ini mengajarkanku banyak hal tentang kehidupan dan memengaruhi jalan hidupku kini.
Di samping itu, Ibu adalah koki terhebat dalam keluargaku. Keterampilan Ibu mengolah masakan menjadi kenangan yang terus melekat hingga saat ini. Rasa kangen akan sajian bercita rasa khas yang diolah dari tangan Ibu, selalu kurasakan. Ibu adalah akuntan tercanggih di dunia. Mengatur semua pemasukan dan menyeimbangkan pengeluaran merupakan tugas Ibu yang patut diacungi jempol. Dengan jumlah anggota keluarga yang relatif banyak, biaya yang harus dikeluarkan tidak sedikit jumlahnya, Ibu menata semuanya dengan teramat baik. Dari keterampilan manajemen inilah, kami bisa bersekolah dan kuliah. Ibu juga dokter sekaligus perawat bagi keluarga. Ketelatenannya merawat anaknya, terutama saat sakit, menjadi obat mujarab bagi kesembuhan. Ibulah yang mengurusi keperluan anggota keluarga tanpa kenal lelah. Sepanjang hari berjibaku dalam rutinitas rumah tangga, tak lantas menghabiskan tenaganya. Ibu bekerja tanpa pamrih, tulus mengabdi bagi keluarga. Banyak lagi kelebihan Ibu yang patut kuteladani.
Bagiku, Ibu adalah panutan. Keabadian cinta tertoreh dari jiwanya. Pengorbanan yang dilakukan bagi anaknya sejak masih dalam kandungan, tak akan mampu terbalas. Terima kasihku tak terbatas atas semua jasamu, Ibu. Sepatutnyalah kita melangitkan dedoa terbaik baginya.
(Cikarang, 22 Desember 2022)