Oleh : Supardi Harun Ar Rasyid
( Tantangan Menulis Gurusiana ke 181)
Sejak masuk Sekolah Dasar ( SD ) aku berusia 6 tahun. Aku paling kecil di kelas. Tubuhku pendek dan kurus. Kata bu guru aku anak pemalu. Tapi , bu guru bilang aku anak yang pintar. Karena aku sudah bisa membaca. Sedangkan teman-tamanku yang lebih tua dariku belum bisa membaca.Bu Sunarti , guruku yang ramah dan sabar . Dia mengajariku belajar menghitung dan membaca.
Ketika aku masuk SMP Bu Sunarti mengajar kelas 3 SD. Tiap hari aku sering bertemu dengan Bu Sunarti. Kebetulan rumahnya tidak jauh dari rumahku. Sudah menjadi kebiasaan setiap hari, setelah mengajar Bu Sunarti pergi ke sawah. Menanam padi dan beberapa palawijo. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Maklum , sebagai guru honorer upah Bu Sunarti tidak cukup untuk menghidupi ke lima anaknya. Namun , Bu Sunarti tidak mengeluh. Tetap saja mengajar dengan ikhlas.
Setelah lulus dari SMP aku meneruskan ke Sekolah Pendidikan Guru ( SPG ). Kenapa aku masuk ke SPG bukan ke SMA? Karena aku ingin jadi guru SD . Bisa mengajar seperti ibu Sunarti.Tiga tahun mengenyam pendidikan di SPG , sedikit demi sedikit kemampuannku mengajar tumbuh. Di bangku sekolah inilah aku mulai praktek belajar mengajar di SD. Saat aku mengajar anak-anak SD aku selalu ingat cara mengajar ibu Sunarti. Sabar dan periang. Aku mencoba mengikuti cara mengajar Ibu Sunarti ketika mengajar aku di SD.
Keteguhanku untuk menjadi guru semakin tinggi. Sehingga ketika lulus dari SPG aku meneruskan kuliah di IKIP Semarang. Bapakku yang hanya seorang petani ingin anak-anaknya menjadi guru. Cita-cita tersebut aku berusaha mewujudkan. Agar kedua orang tuaku bangga.
Selama di IKIP semarang aku jarang pulang. Karena jarak kota Semarang dengan Solo cukup jauh. Kurang lebih 90 kilometer. Maka tidak mungkin aku pulang setiap hari. Namun, aku sempatkan pulang kampung ketika ada liburan semesteran.
Akhir tahun 1993, aku pulang kampung. Ketika di kampung aku sempatkan main ke rumah ibu guru Sunarti. Kebetulan rumahnya tidak jauh dari rumah orangtuaku. Malam itu aku datang ke rumah ibu Sunarti. Tetapi tidak ada suara. Aku bertemu dengan anak pertamanya, Sumino. Ketika aku tanya dimana ibu Sunarti. Mas Sumino bilang sudah satu bulan dirawat di rumah sakit. Aku tanyakan apakah ibu masih mengajar di SD. Mas Sumino bilang masih. Sebelum sakit ibunya masih aktif mengajar di SD sebagai guru honorer.
Pagi harinya aku hendak menjenguk bu guru Sunarti di rumah sakit. Namun tiba-tiba ada suara mobil ambulance yang lewat di depan rumah.Aku berhenti sejenak. Ternyata mobil tersebut masuk ke rumah Bu Guru Sunarti. Aku bergegas untuk datang ke rumah bu guru. Setibanya di rumahnya, tangisan anak cucu bu guru Sunarti pecah. Ketika bu guru Sunarti dikeluarkan dari mobil ambulance dalam keadaan sudah tidak bernyawa.
Innalilahi wainna ilaihi rojiun. Semoga husnul khotimah. Perjuanganmu sebagai guru honorer engkau tuntaskan sampai akhir hayatmu. Semoga Engkau dibayar oleh Sang Maha Pencipta lebih dari sekedar gaji honorer yang engkau terima di dunia.
Selamat jalan Bu Guru Sunarti.Engkau adalah pahlawan.Semoga Engkau tenang di sisiNya.
Bekasi, 28 November 2020