GURU-GURU PENUH KESAN

Oleh : Lim Kamilah

(Bagian 159)

Mari lanjutkan dengan kisah saat di SMP.

Dengar karunia Allah, aku yang sekolah di SD desa dapat menembus SMP terbaik di kotaku. Sekolah itu idaman semua siswa yang ingin ke SMP namun banyak yang gugur untuk mendapatkannya. Jadilah aku tiap hari harus berjalan kaki dari desa ke kota. Namun semua perjuangan itu terbayar berkat pelayanan pendidikan yang aduhai dari para guru hebat di sekolah ini serta fasilitas sekolahnya.

Pak Idong. Perawakannya gendut, buncit, wajah tanpa senyum, bila berjalan terlihat lucu. Bila beliau lewat, kelas jadi semerbak dengan parfum yang dipakainya. Orangnya bersih bersinar, kelas jadi kemilau. Ini guru matematika. Kata orang, mapel ini menyeramkan tapi tidak bila pak Idong yang mengajarkannya. Pak Idong sering menjadikan kami objek penelitiannya. Cara mengajarnya sangat teliti tapi santai. Bila ada yang tak mengerjakan PR atau bila saat diminta ke depan, jawaban kita salah, pak Idong tak pernah marah. Bukan gayanya bersuara dengan nada tinggi. Materi matematika yang rumit didesain dan dipresentasikan oleh pak Idong menjadi simpel dan mudah diikuti. Tak heran, kami suka sekali bila diberi PR karena terasa mudah mengerjakannya. Tak heran, nilai 90 dan 100 selalu terukir di kertas ulangan kami. Bahkan di raport pun nilai 90 menghiasi pencapaian matematika. Bangganya.

Bu Tati, guru lajang manis berkumis seperti Iis Dahlia. Pendek dan gemuk. Mengajar sejarah. Masya Allah, kalau bu Tati sudah mengajar terasa nikmat dunia ini. Kami seolah jadi penonton dari deskripsi sejarah-sejarah perang di Indonesia. Metode yang dipakainya adalah mendongeng. Kelas hening tanpa suara karena terbuai larut dalam cerita bu Tati. Selain pintar mendongeng, bu Tati itu bijaksana dan penuh kelembutan. Aku bahagia ketika setahun diwalikelasin oleh beliau. Meski beliau masih gadis namun rasa keibuannya membuat kami menikmati kehangatan di sekolah.

Pak Eman, guru sejarah. Waduh! Gawat! Ingin terkencing-kencing rasanya bila beliau mulai mengajar. Suaranya keras, seluruh jemarinya penuh cincin besar, janggutnya panjang, wajahnya seram. Usahanya menerangkan pelajaran jadi terasa kurang berhasil karena kami terganggu dengan penampilannya yang bagai mbah dukun mau menelan tuyul. Kami pernah dengar ada murid yang digebok oleh tangannya yang penuh cincin besar hingga pipinya benjol-benjol. Untunglah saat itu belum musim, orang tua ngaduin guru ke polisi jadi tak jadi masalah besar. Anaknya dan orang tuanya terima saja seperti umumnya karakter zaman dulu. Pak Eman ini memang killer tapi ketika kami bisa menjawab pertanyaannya dengan benar, barulah kebaikannya muncul. Ketegangan kelas pun sempat mencair. Rasa objektivitasnya sebagai guru tampak jelas. Beliau menyukai murid yang nyambung.

Bu Titi, guru Bahasa Sunda. Badannya kokoh, tinggi besar, perkasa. Ngajarnya biasa saja. Kelas berjalan normal adanya. Tapi konon katanya ada yang pernah dicubit beliau hingga cubitan sekecil-kecilnya dengan durasi nyubitnya cukup lama. Ya ampun, tak terbayang sakitnya. Selain itu beliau paling tak tahan bila melihat murid memakai rok yang tidak rapi. Oh rupanya Beliau pernah jadi guru wellgrome jadi semua harus terlihat pas di matanya.

Pak Dadi, guru kesenian. Di bawah tangannya, kreativitas maestro tercapai. Paduan suara dan ensembel sekolah berhasil mengguncang dunia dan go internasional. Meskipun ngajarnya santai dan unik tapi tahapan pencapaian prestasi para murid luar biasa. Progressnya bagus. Beliau tak banyak bicara tapi menggunakan teknik untuk berbicara. Di balik pembawaannya yang kalem bagai permukaan air yang tenang, semua murid disulap jadi istimewa. Tak ada murid bodoh berkat tangannya.

Pak Koko, guru olahraga pencetak prestasi siswa. Penggemar murid cantik dan murid berprestasi. Pebisnis kaos yang sukses. Cungkring kecil tapi penuh prinsip. Pekan Olahraga sekolah jelang pembagian rapot menjadi gebyar karena sentuhannya. Murid-murid ditampilkan jadi tim basket yang keren dan berkelas. Wah! Ketika pekan olah raga berlangsung seolah kami sedang berada di dunia mana gitu saking megahnya.

Pak Sukanda, guru Bahasa Indonesia. Badannya tambun, putih, gemes dan lucu lihatnya. Bila beliau bergerak seperti bola menggelinding. Belajar bersamanya bagai melambungkan kami ke surga. Nikmaaaat banget. Meski tak pernah bisa tersenyum tapi dari balik mulutnya keluar humor-humor segar yang membuat materi semakin jelas dan segar. Beliau punya cara unik. Setiap mulai mengajar beliau suka membuat garis panjang di papan tulis. Selama proses KBM beliau rajin meneruskan garis tadi dengan garis berikutnya yang ukurannya makin mengecil. Bila bel hampir berbunyi, garis itu pun hampir menjadi noktah. Sepertinya garis itu menjadi jam pasir. Lama-lama para murid jadi tahu kebiasaannya. Maka bila garis mulai mengecil, kami merasa sedih karena itu pertanda pak Sukandar akan segera mengakhiri materinya yang terasa menghibur kami.

(Bersambung)

One thought on “GURU-GURU PENUH KESAN

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *