Literasi Spiritual : Antara Tantangan Menulis di KPPBR dengan Merindukan Ramadhan

Literasi Spiritual : Antara Tantangan Menulis di KPPBR dengan Merindukan Ramadan
Oleh : Wahyudin, NS
Anggota KPPBR

Mengurai literasi spiritual tidak ada habisnya. Kian digali semakin dalam. Karena sejak kita dilahirkan (bagi muslim), sang bayi selalu diazankan di telinga kanan dan diiqomatkan di telinga kiri. Hikmah yang dapat dirasakan, agar sejak bayi diperdengarkan nilai religius sehingga pada saat dewasa terus mempraktikkan ajaran agama. Bahkan saat menghembuskan nafas terakhir, mengucap kalimat “laa ilaaha illallahu muhammadurrosuulullah.” Insya Allah disemayamkan di SurgaNya. Amin.

Literasi spiritual kian intens, sejak seseorang memasuki akil balig. Di mana sudah berubah menjadi sosok mukallaf. Artinya telah diwajibkan shalat lima waktu, puasa, zakat, pergi haji dan ibadah mahdhoh lainnya. Agama menjadi pedoman, yang membuat seseorang selalu lurus pada koridor ilahi. Menguatkan amal humanis demi kemaslahatan umat. Komaruddin Hidayat (2008:61) mengungkapkan “Menurut Alquran, agama itu bagaikan cahaya yang mengusir kegelapan dan menunjukkan jalan terang. Ia juga bagaikan limpahan air yang dapat memberikan kesejukan dan kehidupan”.

Betapa urgennya eksistensi agama, sehingga ketentraman manusia dapat diraih dengan agama dan spiritual. Orang boleh berkata: Aku bangga dengan kesuksesan hidupku sehingga bisa memgumpulkan pundi-pundi harta berlimpah. Rumah mewah, tanah ribuan hektar, bahkan jabatan dan kekuasaan monumental. Tetapi bila tidak dihiasi dengan nilai spiritual, semuanya hampa bagaikan fatamorgana dan bersifat artifisial. Tidak membuat hati tenang. Agama lah menjadi garda terdepan. Pegang lah agama maka kehidupan akan damai.

Tantangan Menulis di KPPBR

Sebenarnya saya terlambat start mengikuti tantangan 14 hari menulis tanpa jeda. Karena banyak sahabat sudah sah mendapatkan sertifikat dari Ketua KPPBR Prawiro Sudirjo. Saya berpikir “Better late than never” tidak ada kata terlambat untuk berbuat baik. Karenanya kendati saya relatif sibuk dengan Work From Home via online. Melayani guru binaan yang tercatat pada Akun SIAGA Kemenag RI berjumlah 189 GPAI SD, SMP, SMA dan SMK yang ditugaskan di wilayah Kecamatan Cikarang Selatan, Cikarang Barat, Cikarang Utara dan Sukakarya. Bagi saya tantangan menulis ini sangat menarik. Di samping mengasah kemampuan menulis, juga menguji ketajaman pisau analisis dalam mengolah diksi menjadi kalimat bermakna.

Di sisi lain, karya yang ditorehkan hasil menulis saat ini akan abadi. Selaras dengan pernyataan Wahyudin (2019: 104) dalam buku “Jejak Mualaf Literasi” diungkapkan bahwa seseorang yang hasrat menulisnya melangit selalu berprinsip menulis itu berbicara untuk keabadian dalam berkarya. Mengapa? Karena semua yang ditulis hari ini tidak lekang oleh waktu dan tidak tergilas oleh zaman. Karya besar yang ditorehkan empat Imam Mazhab tetap mengabadi hingga detik ini. Sungguh luar biasa literasi yang terus digelorakan kian digali semakin dalam.

Selama saya mengikuti tantangan menulis telah melahirkan artikel dan puisi dengan judul sebagai berikut : Muhasabah Pesan Zaman, Corona Virus Meng-Edukasi Dunia, Jihad Fisabilillah Stay at Home: Media Introspeksi Spiritual, Energi Bulan Ramadan (Part. 1), Literasi Spiritual dan Shalat Jumat, Menjemput Taqdir Muallaq: Sebuah Kajian Kritis Terhadap Ikhtiar Manusia, Catatan Sayyidul Ayyam, Penghantar Psikologi Sosial, Saat Sabar Tak Terbatas, Ujian Full Historis : Shalat Jumat dan Social Distancing, Virus Corona dan Nilai Kemanusiaan, Energi Bulan Ramadan (Part. 2) dan Virus Corona : Antara Sains dan Literasi Spiritual. Artikel yang sedang Anda nikmati merupakan tulisan ke-14, insya Allah saya akan diberikan reward oleh Ketua KPPBR berupa sertifikat yang sangat berharga. Sertifikat full pengorbanan dan perjuangan dalam berkarya selama dua pekan dari tanggal 27 Maret 2020 hingga 09 April 2020. Sebuah jihad menulis luar biasa di tengah merebaknya Virus Corona yang masih masiv. Dengan harapan, karya saya bermanfaat untuk khazanah peradaban literasi di masa yang akan datang.

Saat Merindukan Ramadan 1441 H

Setiap umat Islam pasti rindu dengan hadirnya bulan Ramadan. Karena bulan suci ini yang diagungkan Allah SWT disajikan untuk umat Rasulullah SAW. Bulan yang didalamnya fadilah pahala yang berlimpah bagi orang yang memanfaatkan bulan agung ini. Bahkan Rasulullah SAW memberikan garansi bahwa : Awal bulan Ramadan itu Rahmat, pertengahannya Magfiroh dan akhirnya “itqun minannar” terbebas dari api neraka.

Tiga klasifikasi ini yang membuat kita sebagai insan beriman sangat merindukan kehadiran bulan Ramadan. Sepuluh hari pertama merupakan Rahmat. Secara totalitas umat Islam menikmati dengan khusyu. Puasa dengan khidmat, diiringi tadarrus Alquran, shalat Sunnah Tarawih berjamaah dan ibadah sunnah lainnya. Selama dua puluh empat jam dihiasi ibadah. Subhanallah Rahmat Allah SWT membumi. Kemudian sepuluh hari kedua, merupakan magfiroh. Ampunan dari Allah SWT. Momentum berharga bagi kita semua. Karena tidak ada manusia di “kolong” langit ini yang steril dari salah dan dosa. Semuanya pasti memiliki kekhilafan. Momentum Ramadan, media istigfar mohon ampun kepada Allah SWT. Yakinlah, Allah SWT akan mengampuni dosa orang yang bertaubat. Taubat ini merupakan ujian dari Allah SWT. Karena banyak orang yang hidup dari Ramadan ke Ramadan tetapi tidak memanfaatkan keagungan bulan Ramadan. Orang seperti ini, jauh dari nilai agama bahkan alergi terhadap agama.

Tubagus Wahyudi (2019: 188) memaparkan: “Banyak orang kadang-kadang saat kita ingin berbuat sesuatu, ia selalu bertanya, “kok dikit-dikit bawa agama!” Agama itu harus ‘dibawa’ ke mana-mana karena agama itulah yang membawa penjelasan kebenaran. Karena dengan memahami agama, berarti kita menggunakan akal. Karena hanya akal yang bisa membedakan mana benar dan mana salah, mana baik dan mana buruk”.

Selanjutnya sepuluh hari terakhir Ramadan, Allah SWT menyajikan kita reward “itqun minannar” terbebas dari api neraka. Penghargaan ini bagi insan yang mempertahankan Rahmat dan Magfiroh, puncaknya disemayamkan di Surganya Allah SWT. Tempat yang didalamnya kenikmatan melebihi keindahan apapun saat hidup di dunia fana ini. Lengkaplah sudah, insya Allah kita semua akan menikmati SurgaNya.

Semoga momentum yang strategik ini, kita jadikan pembelajaran berharga untuk terus berkarya. Mengukir prestasi literasi berbasis spiritual sehingga karya kita bermanfaat untuk khazanah keilmuan dari masa ke masa. Saya ucapkan terima kasih kepada Ketua KPPBR, juga Jenika Widiya yang tak kenal lelah melayani tulisan dengan mem-publish di Website Majalah Edukasi. Tak lupa kepada seluruh pengurus Komunitas Pendidik Penulis Bekasi Raya (KPPBR) dan anggota selaku penggiat literasi yang selalu mensupport saya untuk terus menulis. Bersama kita berkarya dan gaungkan literasi tiada henti. Wallahu ‘Alam.

Kalenderwak, 09 April 2020 /15 Sya’ban 1441 H. Pkl. 04.15 Wib.
WHF. Baiti Jannati
#tantangan ke-14
#tantangan 14 hari KPPBR.
Literasi Spiritual : Mengungkap Metakognitif di Universitas Kehidupan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *