Dekat di Mata Jauh di Nyata

Oleh : Siti Ropiah

Satu hari bersama Bunda Raihana Rasyid, sungguh munculkan berbagai ide di kepala. Kalimat yang diucapkan saat santai pun menarik pikiranku untuk menulisnya. Malam itu, aku mengajak Kak Rai dan Abah untuk makan di luar hotel. Saat itu hujan mengguyur Jakarta sejak sebelum magrib.

Ba’da isya kami bertiga pergi untuk makan malam. Pilihan jatuh pada rumah makan di seberang jalan depan hotel. Rumah makan padang pilihan yang disepakati, karena Kak Rai berasal dari Sumatera. Selain itu masakan padang memang sudah menjadi masakan yang diterima lidah orang Indonesia.

Untuk menuju rumah makan padang tersebut, ternyata tidak dapat menyeberang jalan. Namun harus melalui tangga yang terletak di sebelah kanan hotel. Kami pun menuju tangga tersebut. Ternyata menaiki tangga satu demi satu cukup berat dirasakan oleh Bunda Raihana Rasyid . Hal ini disebabkan kaki Kak Rai (biasa aku memanggilnya) masih belum sembuh akibat kecelakaan setahun yang lalu yang menyebabkan kaki kanannya retak. Melewati tangga dengan kondisi kaki belum sembuh secara sempurna, sungguh memerlukan waktu yang cukup lama. Tentu tak dapat dimungkiri akan munculkan rasa sakit ketika menjalaninya. Namun begitulah Kak Rai, yang tak mau membuat orang lain khawatir akan dirinya.

Setelah berhasil melalui tangga, terucaplah kalimat dari Kak Rai “Dekat di Mata Jauh di Nyata”. Begitulah, awalnya terlihat dekat rumah makan padang tersebut karena terletak di depan hotel tempat kami menginap, namun untuk ke sana memerlukan perjuangan panjang dan melelahkan. Hingga membuat kami mengambil keputusan untuk menggunakan bajai saat kembali ke hotel. Tentu kami tidak meminta langsung pulang ke hotel, tetapi putar-putar terlebih dahulu, agar si abang bajai mendapatkan upah yang layak. Jadilah kami menuju hotel dengan mengelilingi Monas.

Sejatinya Ada Hikmah di Balik Peristiwa
Salam Perindu Literasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *