Di sudut Kabupaten Bekasi, ada sekelompok guru berasal dari berbagai jenjang, sekolah-sekolah yang diam-diam menghanyutkan. Tanpa perlu gembar-gembor program pemerintah, mereka sudah sejak lama punya tradisi mulia bahkan sebelum adanya kewajiban membuat kegiatan oleh pemerintah: belajar bareng, setiap minggu sekali, tanpa harus menunggu edaran resmi.
Kami ngumpul online setiap Jumat setelah Jumatan sebelum Ashar. Bukan di ballroom hotel mewah yang karpetnya bisa buat tidur siang, tapi cukup di rumah masing-masing. Duduk lesehan, gak ada sofa empuk, gak ada AC yang menderu, tapi yang hadir: kehangatan, keikhlasan, dan otak-otak yang siap di-upgrade dan di-recharge.
Kami ngobrol secara daring, bukan sekadar basa-basi. Setiap guru punya panggung yang sama: untuk bicara, didengar, dan yang paling penting, merasa berharga. Kadang cuma satu dua jam, tapi efeknya bisa bikin seminggu terasa ringan.
Materi? Jangan bayangkan slide berlembar-lembar. Kami bicara soal hal paling manusiawi: emosi dan interaksi. Gimana menghadapi murid yang bad mood, rekan kerja yang sensitif, atau suasana hati yang suka naik turun seperti harga cabai. Dari obrolan itu, mimin menyaksikan keajaiban: guru-guru yang dulu bawa “mendung” di wajah, kini mulai cerah, bahkan bisa menular cerahnya ke siswa.
Topik yang dibahas dalam webinar dari yang ringan sampai ke isu besar yang sering bikin guru ngos-ngosan: ilmu pengetahuan yang terus berubah, kurikulum yang makin fleksibel tapi kadang bikin bingung, dan tuntutan zaman yang kayaknya gak pernah berhenti lari.
Karena jujur saja, zaman udah 5G, masa kita masih pakai mindset zaman TV tabung? Di IGI Kabupaten Bekasi, kami belajar supaya gak terjebak nostalgia ilmu lama yang sudah gak relevan. Guru juga manusia, butuh upgrade. Bukan cuma emosinya, tapi juga otaknya.
Dan karena kami sadar bahwa sekolah adalah tempat mendidik, bukan sekadar mentransfer isi buku teks, kami juga menjalankan program penguatan keterampilan sosial dan emosional. Kami bikin program serius tapi gak sok serius: penguatan keterampilan sosial dan emosional. Ini bukan basa-basi. Ada Surat Keputusan resmi, lengkap dengan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Sekolah (TPPK), dan salah satu dari kita juga kebetulan dipercaya jadi pengurusnya.
Karena buat kami, mencegah perundungan atau kekerasan itu gak cukup dengan slogan atau poster di lorong sekolah. Tapi harus dimulai dari guru yang sehat secara mental, kuat secara sosial, dan terbuka secara intelektual. Tapi sayang kurang didukung dengan finansial.
Jadi, kalau ada yang bilang guru cukup ikut workshop dua minggu di hotel buat berubah, mungkin belum pernah duduk bareng di webinar kami. Di webinar kami, cukup lantai biasa masing-masing, tanpa air kopi tanpa SPPD, namun hati tetap terbuka. Tapi dari ruang maya sederhana itu, lahir obrolan bermakna dan perubahan nyata. Karena guru yang terus belajar bukan hanya mencerdaskan, tapi juga menyelamatkan masa depan.
Salam IGI – Sharing and Growing Together.

IGI Kab Bekasi selalu konsisten sebagai agen perubahan di dunia pendidikan untuk meningkatkan kompetensi para guru diseluruh Indonesia, sharing and growing together.
Nice post. I learn something totally new and challenging on websites
Expert-level service, expert knowledge applied. Expert-level satisfaction. Expert excellence.