Duka Pertiwi Menuntut Prinsip
Iim Kamilah
Negriku Indonesia tercinta!
Hujan air mata kembali membanjir tak terbendung ketika virus corona satu persatu mensyahidkan orang di area terdekat. Sebelumnya pandemi ini dianggap angin lalu saja karena dikira hanya penghias berita luar negeri di media dan korbannya bukan tetangga kita. Ternyata…begitu dekatnya kini. Semua sudah di depan mata.
Berita simpang siur di masyarakat membuat galau. Orasi pemerintah makin gencar. Pidato opisisi tak kalah ganasnya. Merebak luas. Penebar hoax makin tak berperikemanusiaan di dunia maya. Semua mengedukasi dan membentuk mindset. Masyarakat limbung, tak tahu kata-kata mana yang harus dipegang. Sementara itu ibu pertiwi semakin merintih. Hari demi hari bukan kabar baik yang didapat.
Berbahagialah bila saat ini sudah memiliki pemimpin yang dapat dipercaya. Terlebih pemimpin yang dimiliki adalah pemimpin internasional seiring masalah yang dihadapi ini bukan substansi daerah tapi masiv seantero dunia di jagat raya. Dengan berpegang pada pemimpin internasional yang mendapat petunjuk langsung dari Allah dan berwawasan internasional yang tidak berorientasi pada dunia semata maka meski dunia guncang dengan variasi aneka orasi dan opini, dia tetap teguh dalam prinsipnya. Plin plan sudah bukan saatnya lagi. Jangan biarkan ibu pertiwi kian berduka. Hentikan pergumulan kebingungan. Tentukan prinsipmu untuk menyelamatkan dirimu, keluarga, dan bangsa. Kalau pun harus gugur…semoga dirimu bisa tersenyum karena sudah berjuang sekuat tenaga untuk ibu pertiwi.
Anekdot cerita si nenek yang tenggelam dan kisah Imam maliki makin menambah segar pengukuhan prinsip.
Berikut ceritanya, mohon izin penulis kutip dengan sumber tulisan dari mulut ke mulut.
“Ada seorang *nenek* yang begitu *percaya sama Allah*…
Nenek ini selalu ingat *firman Allah* yang menyatakan : *Percayalah Allah akan menyelamatkanmu* …
Suatu saat rumah si *nenek kebanjiran*…
Ketika airnya masih setinggi 1 meter, *Ketua RT* datang dan mengajaknya untuk mengungsi, tapi si *nenek* menolak dan berkata…. *Allah akan menyelamatkanku*.
Lalu Pak RT pergi mengungsi…
Air terus naik dan si *nenek* mulai naik ke lantai 2 rumahnya.
Tak lama datang *tetangganya* yang kebetulan lewat akan mengungsi dan mengajaknya pergi, tapi si *nenek* menolak dan tetap berkata: *Allah akan menyelamatkanku*.
Air terus semakin tinggi, akhirnya si *nenek* naik keatap rumahnya dan tak lama rumahnya mulai tenggelam, lalu *Tim SAR* datang untuk menyelamatkannya dan mengajaknya pergi ke tempat pengungsian, namun dia tetap menolak.
Akhirnya si *nenek tenggelam* bersama rumahnya dan *meninggal*.
Di pintu surga saat bertemu *malaikat* si *nenek protes* dan berkata ” *kenapa Allah membiarkanku mati tenggelam* ?? Bukankah Tuhan akan *menyelamatkanku*??”
Apa jawaban *malaikat* ?? *Allah sudah berusaha menyelamatkanmu, tapi kau berkali-kali menolaknya*
Kau pikir *Ketua RT, tetanggamu dan Tim SAR* yang *datang untuk menyelamatkanmu* itu *siapa yang menyuruh* ??
*Allah yang menyuruhnya, dengan perantaraan merekalah akan menyelamatkanmu!*..
Si *nenek* baru sadar, *kalaupun Allah akan menyelamatkannya bukan berarti Allah sendiri yang mendatanginya, tetapi melalui orang lain*.
Begitulah dengan kondisi kita saat ini, *kita percaya pada Allah*, tetapi *Pemerintah dan Tim Medis* yang sudah membuat pengumuman dan himbauan adalah *perpanjangan tangan Tuhan* untuk menyelamatkan kita semua.”
#Tulisan Iim Kamilah ke-6
#KGPBR challange