Kedisiplinan Guru Ketika  Mengikuti Upacara  Memperingati  HUT RI

Kedisiplinan Guru Ketika  Mengikuti Upacara  Memperingati  HUT RI

Oleh: Mang  Wasto

Memperingati HUT Kemerdekaan Republik Indonesia bagi bangsa Indonesia merupakan hal yang rutin dan biasa dilaksnakan. Ketika wabah Covid-19 mungkin diperingati tapi tidak semeriah  tahun-tahun sebelumnya.

Memasuki  Akhir bulan Juli bahkan  masyarakat sudah memulai memasang bendera ,umnul-umbul dan spanduk di halaman rumah,  gang-gang kecil,gapura-gapura  , sampai jalan-jalan menuju keseluruh pelosok sudah dihias dengan bendera maupun umbul-umbul.

Menegok  kezaman  dahulu masyarakat pedesaan malah lebih giat dan kuat gotong rpyong Ketika menyambut bulan Agustus, mereka mengeca pagar-pagar dengan warna putih dengan kapur,memasang obor didepan rumah karena  belum dialiri penerangan lampu  listrik.

Perlombaan-perlombaan diadalan mulai dari makan kerupuk,memasukan paku kedalam botol dengan berjalan mundur, joget balon, menangkap belut, paling terkenal  balap rambutan (di daerah priangan) ,panjat pinang  di jabotabek.

Dimana-mana mengumpulkan sumbangan di taip RT, dijalan ,di tempat -tempat  strategis dikordininir oleh pemuda dan remaja demi memeriahkan acara 17 Agustusan.

Nah ,bagaimana  dengan upacara HUT kemerdekaan itu sendiri?. Upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI kalua  era  90-an biasanya dipusatkan dilapangan Kecamatan atau lapangan desa. Peserta upacara tentu saja apparat pemerintah desa, para ketua kampung ,anak-anak sekolah dari tingat SD ,SMP/ sederajat, SMA /sederajat,guru-gurunya, organisasi kemasyarakatan dsbnya.

Sekarang pun diera digital lebih banyak lagi peseera upacara 17 Agustusan  ini. Peringatan dari tingat Nasional /kenegaraan sampai tingkat  kelurahan.  Secara formal  kalu di tingkat nasional distana negara dengan  inspektur upacaranya presiden.

Berbicara di tiingkat Kecamatan , peserta upacaranya  tentu saja  semua kepala UPTD ,Kepala Puskesmas,Kepala Sekolah  TK<SD<SMP,SMK,MA, Kepala KUA, Danramil,kapolsek,Ketua PGRI,Ketua IGTK ,Para Kepala desa sekecamatan. Mereka  duduk dan berdidiri di tribun.

Peserta berupa regu  barisan dari siswa SD, SMP/Mts,SMA/Ma,SMK,  Anggota Polsek,anggota Koramil ,barisan anggota ormas, organisasi Pemuda, Guru-guru Pesantren, Pegawai Desa, Pegawai Kecamatan dan PGRI dengan memakai batik PGRI.

Perbedaan  kedisiplinan baris sipil dan militer ini pada waktu berbaris  . Kalau TNI dan POlri tidak usah diragukan agi. Siswa -siswa juga masih lebih baik. Giliran pasukan guru  bisa dikatakan buruk Ketika menepati barisan.   Hanya baris depan saja yang masih bagus itupun beberapa banjar. Selebihnya  berntakan kemana-mana.

Sebagai bahan evaluasi , apakah nasionalismenya sudah luntur atau bagaimana, hanya masing-masing individu yang tahu. Ini sebetulnya contoh bagi murid-murid  . oh, begitu ya kalua guru sedang mengikuti upacara.   Bahkan ada yang jongkok saja atau duduk-duduk . tapi  Ketika hormat bendera mereka semua hormat . setelah itu Kembali kesetelan pabrik.

Mungkin setiap barisan harus dikomandani oleh personil TNI atau Polri.   Kalau guru-guru diundang di tingkat Kabupaten penulis berpikiran tidak akan demikian  karena pembina upacaranya Bupati atau PJ ,Karena hanya tingkat Kecamatan barangkali   dan cuaca panas  . Semoga peserta upacara  tahun-tahun berikutnya lebih baik lagi dan memberi contoh kepada murid-murid .

Bionarasi

Bapak ini Namanya Wasto Pujawiatna, tempat tinggal di Kp Lubang Buaya,RT 03/01,Kec Setu. Suka menulis, jalan sehat, makan  bala-bala.  Kegiatan sehari-hari menjadi pendidik di SMP Nepas, mengelola TPQ Annisa dan TK Pijar Annisa.  Organisasi yang diikuti Pengurus PGRi Ranting,Pengurus MGMP Bahasa Indonesia Kab Bekasi, anggota IGI Kab Bekasi. Baru mempunyai dua buku tunggal dan 18 buku antologi.