Keajaiban di Tengah Prahara
Oleh : Lim Kamilah (163)
Selalu ada titik bahagia. Keajaiban itu nyata meski datangnya di ujung penantian yang sudah sangat melelahkan. Terkadang manusia memang serba salah. Ketika diberi nikmat, lupa beribadah. Ketika diberi siksa, marah pada Tuhan, protes, tak mau ibadah, lalu menjauh. Untunglah banyak orang yang tak seperti itu, baik dalam suka maupun duka tetap setia padaNya dan tak membuat lari dariNya. Apa pun yang Tuhan berikan, mereka anggap itu cara Tuhan untuk membuat mereka makin mendekatkan diri padaNya. Seolah tak ada kemarahan. Imannya sudah sangat stabil.
Salah seorang temanku, hanyalah seorang wanita polos yang bersahaja. Ketaatan dan pasrah padaNya menjadi modalnya menjalani hidup. Sebelumnya aku tidak begitu tahu banyak tentangnya. Namun ada seseorang memintaku untuk menoleh padanya.
Kudekatilah dia. Syukurlah dia mau didekati kemudian bercerita banyak. Aku terhenyak dan ingin menjerit rasanya mendengar kisah panjang kehidupannya. Sementara itu dia yang bercerita tak tampak raut muka putus asa dan memiliki beban berat. Tinggallah aku yang berpikir. Andai itu menimpaku, aku belum tentu sekuat dia.
Wanita mana yang mau seperti ini. Suatu hari dia merantau. Kemudian dia ikut hidup bersama saudaranya. Ketika saudaranya mengingatkan dia untuk menikah. Dengan penuh kepatuhan, menikahlah dia ketika ada seorang laki-laki meminangnya. Tak ada pikiran negatif apa pun sehingga diterimalah pinangan sang laki-laki dengan segenap kepercayaan dan penuh harap.
Sangat disayangkan, entah ada apa dengan suaminya saat mau menikahinya itu. Akhirnya suatu hari, terbongkarlah satu rahasia besar dan menjadi awal petaka perjalanan pernikahan yang sangat panjang dan melelahkan. Ternyata sang suami sudah punya istri di luar negeri. Ketika istrinya datang, dia tak terima suaminya punya istri baru padahal dia tak bisa ikut suami. Dia tak pindah ke Indonesia untuk mendampingi suami. Entahlah apa alasannya. Reaksi istri pertama yang marah rasanya wajar karena istri mana di dunia ini yang bisa terima dibohongi suami. Apalagi harus terima kenyataan menggelegar, suaminya menikah lagi. Greget deh sama suaminya. Menyakiti istri pertama dan istri kedua. Membuat para istri jadi galau dan sakit hati gara-gara sikap pembohong suaminya. Suaminya sendiri pasti punya alasan sendiri kenapa sampai memilih sikap berbohong untuk hadapi semua ini.
Sejak itu, sang suami ingin berlaku adil. Demi keadilan (versi suami) sang suami tidak tinggal dengan kedua istrinya. Sangat greget rasanya mendengar lelaki tak jujur seperti itu. Kenapa sih tidak terus terang saja sebelum menikah dan mengaku sudah punya istri. Temanku yang polos dan tak tahu hal ini menjadi korban kebohongan suaminya. Namun entah apa yang terjadi dengan komitmen antara suami dan teman saya hingga mereka kini sudah punya dua anak yang beranjak remaja.
Sambil tetap tekun berkhidmat di mesjid dan membesarkan kedua anaknya, dia jalani roda hidup pahit itu. Tak pernah menjauh dari mesjid. Orangnya humble sekali. Mengkhidmati mesjid penuh ikhlas tanpa memilih-milih kerjaan. Mencuci piring, bantu memasak, bersih-bersih mesjid, semuanya tak risi dia lakukan. Pernah sambil mencuci piring, kami duduk bersama. Dia curahkan apa yang sedang terjadi. Selama ini suaminya memberinya sejumlah uang seadanya. Bila ada kekurangan untuk menutupi kebutuhan anaknya, dia harus pontang-panting sendiri. Suaminya tak mau tahu. Terakhir, tekanan batinnya sudah sangat tersiksa berat. Suaminya menutup komunikasi dan tak bisa dihubungi. Teman-teman mencoba berbagai cara untuk membantu solusi masalah dia namun selalu terpatahkan karena keadaan. Teman-teman sudah tak kuat lagi melihat dia diterlantarkan begitu. Namun dia sendiri galau, maju mundur, sulit membuat keputusan. Dia merasa kasihan bila bercerai, anak-anaknya tak akan punya bapak. Ketika diusulkan untuk diajukan ke pengadilan, dia tak mau. Katanya, dia takut suaminya menjadi susah disebabkan oleh dirinya. Cinta oh cinta, bikin bingung saja ya.
Syukurlah, tadi malam aku mendengar ada keajaiban. Akhirnya, suara temanku yang terus menjerit pada Allah mendapat pengabulan. Setelah sekian tahun pernikahan berjalan dengan pola yang bagi wanita biasa begitu mengerikan, akhirnya happy ending untuk saat ini. Ajaib! Ada tim yang berhasil memberi perubahan. Ada orang yang bisa mematahkan prinsip suaminya bahwa mentelantarkan istri bukan adil tapi dhalim. Tim terus berupaya hingga akhirnya temanku mulai hidup bersatu dengan suaminya. Terbayang betapa bahagianya teman saya dan anak-anaknya. Namun aku tetap was-was dengan suaminya. Apakah dia akan merasa bersalah pada istri pertamanya? Kemudian bila istri pertamanya suatu saat datang, apakah temanku akan kembali ditelantarkan?
Namun, aku tak mau memikirkan terlalu jauh, biarlah itu nanti Tuhan yang beri jalan keluarnya bila itu benar terjadi.
Yang jelas sekarang, aku harus bersyukur dan cukup berlega hati karena temanku sudah serumah dan bisa berkeluarga dengan normal bersama suaminya. Semoga samawa. Amin.
Temanku, wanita yang super kuat. Ketika hidup bagai di gurun pasir dengan badai terus menghantam saja, ibadahnya masih kuat. Apalagi sekarang dalam kondisi yang sudah bagus, insya allah ibadahnya semakin kuat. Itu sungguh mengagumkan. Biasanya, bila orang sedang dalam masalah, kabut tebal menggulung diri, pikiran berat, hidup bagai bola kusut yang tak pernah bisa terurai, akhirnya untuk ibadah sulit konsentrasi. Tak ada kekuatan yang cukup untuk bergaul dengan banyak orang di mesjid.
Tuhan, terimakasih untuk hadiah terindah yang Kau berikan untuk temanku. Selamat menempuh hidup dengan udara baru.